Kamis, 16 Juli 2020

Dinamika Demokrasi di Indonesia

Dinamika Demokrasi di Indonesia

 A.Konsepsi Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah faham demokrasi berdasar atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemrusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan bangsa, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi Pancasila adalah : 1) Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia; 2) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban; 3) Adanya kebebasan yang bertanggung jawab; 4) mengutamakan musyawarah mufakat; 5) keadilan social; 6) Persatuan nasional dan kekeluargaan; 7) Menjunjung cita-cita nasional
Sedangkan aspek-aspek demokrasi Pancasila mencakup:
·   Aspek formal, menyangkut proses dan cara rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan legislatif dan pemerintahan, dan bagimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka dan jujur untuk mencapai konsensus
· Aspek material, menyangkut gambaran manusia Indonesia dan mengakui hak-hak asasi manusia sebagai penghormatan atas harkat dan martabat manusia
· Aspek kaidah, menyangkut seperangkat norma-norma yang menjadi pedoman dan kriteria untuk mencapai tujuan kenegaraan
·  Aspek organisasi, menyangkut wadah yang digunakan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, berupa organisasi sistem pemerintahan  atau lembaga-lembaga negara dan organisasi lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan sosial politik dalam masyarakat
·Aspek Semangat, menyangkut jiwa atau spirit dalam penyelenggaraan negara, karena yang terpenting dalam penyelenggaraan negara adalah semangat para penyelenggara negara.
B.Dinamika Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Sejak Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi
Mencari demokrasi bagi bangsa kita merupakan suatu perjalanan kultural yang sangat panjang, yaitu perjalanan yang dimulai dari budaya feodal-kolonial menuju ke suatu budaya baru dalam masyarakat kita yang bersifat pluralistik dan multi-kultural ini. Kita masih terus mencari titik-titik temu kultural antara berbagai golongan, lapisan, serta aliran dalam masyarakat kita.  Di samping itu dari pengalaman bangsa selama ini,  terasa bahwa dalam tatanan masyarakat kita mencari demokrasi bukan urusan mencari sistem politik semata-mata.
Dalam sistem politik "demokrasi liberal" yang dipraktekkan dari tahun 1945 sampai 1959 terjadi dominasi politik parlemen yang tidak memungkinkan terbentuknya suatu pemerintahan yang efektif dan mampu bertahan hidup. Ekses negatif yang tampak dalam kehidupan politik di masa demokrasi liberal menurut Toto S. Pandoyo,  antara lain:
1        Kedudukan pemerintah (kabinet) sangat labil, terutama sebelum pemilu 1955
2        Pemerintah belum mempunyai kesempatan yang memadai untuk mengerjakan sesuatu secara terencana dan tuntas
3        Keputusan-keputusan politik diambil melalui perhitungan suara (voting), terutama menyangkut kebijaksanaan pemerintah dan yang menjadi wewnang lembaga perwakilan
4        Oposisi dijalakan dengan cara menampakkan citra negatif terhadap pemerintah di kalangan rakyat
5        Karena adanya iklim kebebasan maka dalam waktu yang relatif singkat kehidupan kepartaian tumbuh laksana jamur di musim hujan.
Sebagai catatan, dalam kurun waktu antara 1950 – 1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet yakni : 1) kabinet Natsir (September 1950 – Maret 1951); 2) Kabinet Sukiman ( April 1951 – Februari 1952); 3) Kabinet Wilopo (Februari 1952 – Juli 1953); 4) Kabinet Ali Sastroamidjojo 1 ( Juli 1953 – Juli 1955); 5) Kabinet Burhanudin Harahap ( Agustus 1955 – Maret 1956); 6) Kabinet Ali Sastroamidjojo 2 ( Maret 1956 – April 1957); 7) Kabinet Djuanda (April 1957 – Juli 1959)
Setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959 dipraktekkan sistem "demokrasi gotong royong” dalam suatu bingkai demokrasi terpimpin. Sistem baru ini menurut Albert Widjaya memungkinkan pemerintah (eksekutif) memegang kekuasaan lebih besar sedangkan lembaga legislatif lebih lemah.  Dalam periode ini pemikiran-pemikiran demokrasi barat banyak ditinggalkan, dengan alasan liberalisme tidak sesuai dengan kepribadan Indonesia. Demokrasi terpimpin cenderung untuk terlalu menitikberatkan pada aspek “terpimpin”nya, sehingga menjurus kepada ”disguised authority”. Yang ada bukan demokratisasi dalam arti ikut sertanya rakyat dalam proses pembuatan keputusan, tetapi politisasi yaitu partisipasi rakyat terbatas semata-mata pada pelaksanaan keputusan yang telah dibuat penguasa.
Sesudah tragedi nasional yang terkenal dengan istilah G30S/PKI pada tahun 1965, dibangunlah sistem demokrasi baru, yaitu sistem "demokrasi Orde Baru", yang di kelak kemudian hari dinilai cenderung mengarah pada sifat otoriter dan feodalistik. Dalam era orde baru ini, beberapa praktek politik kenegaraan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila, antara lain: Banyak terjadi manipulasi politik; Lemahnya penegakkan supremasi hukum; Maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme; Pembatasan kebebasan berpendapat; Banyak terjadi ketidakadilan, termasuk perlakuan terhadap partai politik dan organisasi massa lainnya.
Pemerintahan orde baru berakhir pada tahun 1998, sistem yang ingin dibangun adalah "demokrasi reformatif". Pada kenyataannya kita dihadapkan pada kesulitan untuk menemukan keseimbangan antara realita ke-bhinnekaan (plurality) dengan cita ketunggalan (unity). Semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity) belum juga dapat kita wujudkan ke dalam kehidupan bermasyarakat kita, dalam arti kita belum berhasil mengembangkan kehidupan bersama yang bernafaskan harmoni dan kreativitas. Perjalanan mencari demokrasi bagi bangsa kita merupakan perjalanan sangat panjang menuju perubahan-perubahan yang pada dasarnya berupa perjalanan menuju transformasi kultural.
Secara jujur, kita harus mengakui bahwa dalam beberapa segi reformasi telah membawa kemajuan bagi proses demokrasi. Sebagai contoh,  beberapa bentuk kebebasan dapat dinikmati dan dirasakan rakyat, di antaranya yang menonjol ialah:
·         kebebasan mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan di muka umum, seperti demonstrasi, menyampaikan petisi, menulis buku dan membuat selebaran.
·         kebebasan berkumpul seperti mendirikan organisasi termasuk partai politik
·       kebebasan pers termasuk reportase penyelidikan {investigative, reporting) dan penulisan tertentu misalnya tentang politik dan konflik antar kelompok/golongan.
·  pemilu yang bebas, termasuk bebas menggunakan hak/tidak menggunakan hak dan bebas menjatuhkan pilihan
Dalam era reformasi, pelaksanaan demokrasi Pancasila diusahakan mencakup hal-hal a.l.:
·         Pengamalan Demokrasi Pancasila dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa
·         Demokrasi Pancasila menjunjung hak asasi manusia
·         Demokrasi Pancasila mengutamakan kedaulatan rakyat
·         Demokrasi Pancasila menganut pembagian kekuasaan
·         Demokrasi Pancasila didukung oleh kesadaran warganegara
·         Demokrasi Pancasila menjamin otonomi daerah
·         Demokrasi Pancasila menjunjung tinggi peradilan yang bebas dan tidak memihak
·         Demokrasi Pancasila mengutamakan kesejahteraan rakyat
Demokrasi memerlukan prasyarat karakter atau perilaku dasar tertentu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang hakikatnya adalah:
1)      menghormati sesama manusia sama dan sederajat dengan hak dan kewajiban yang sama,
2)      memiliki keterbukaan hati dan pikiran,
3)    menyelesaikan semua masalah bersama melalui dialog tanpa kekerasan dan menghormati hasil yang disepakati,
4)      memiliki jiwa yang jujur dan semangat yang sportif.
Keempat karakter atau perilaku dasar tersebut di atas walaupun sederhana, namun realisasinya memerlukan dukungan pendidikan yang cukup tinggi, karena memerlukan landasan rasionalitas yang tinggi. Berdialog dan berdiskusi secara santun dan nalar hanya dapat dilakukan apabila para pesertanya sama-sama memiliki kemampuan bernalar yang baik. Sebuah dialog yang terbuka dan berhasil baik hanya dapat dilakukan apabila masing-masing peserta berjiwa jujur dan bersemangat yang sportif, yaitu berani menerima kelebihan lawan dan mengakui kekurangan sendiri.
Dalam program character building, keempat ciri karakter demokrasi tersebut di atas harus ditanamkan dan diteladankan dalam kehidupan masyarakat sejak di bangku Sekolah Dasar (SD), sehingga melekat dan tumbuh sebagai budaya dasar bangsa Indonesia. Budaya dasar bangsa Indonesia dicerminkan dalam kelima sila Pancasila. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 diamanatkan agar pemerintahan negara dibentuk berdasarkan Pancasila. Dalam menegakkan budaya dasar bangsa Indonesia yang pertama-tama harus diwujudkan adalah pemerintahan negara yang benar-benar melaksanakan ketentuan sila-sila Pancasila, yang secara nyata ditampakkan dalam sistem pemerintahan negara, dalam struktur dan kulturnya, dalam pelayanan publiknya dan dalam perilaku para pejabatnya.
Pembangunan masyarakat tersebut bertumpu pada: 1) Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) Etika dan moral; 3) Kedaulatan rakyat atau demokrasi; 4) Kebebasan dan keterbukaan; 5) Hukum di atas kekuasaan; 6) Hak asasi; 7) Keadilan social; 8) Kelestarian lingkungan
 Pada dasarnya demokrasi bukan hanya menyangkut sistem politik pada tingkat negara, lebih dari itu demokrasi juga mecakup kehidupan keseharian masyarakat. Proses demokrasi harus tercermin dalam interaksi antar kelompok dan golongan dalam masyarakat. Pola kehidupan keluarga, bahkan hubungan antar individu harus didasarkan pada sistem demokrasi. Artinya demokratisasi harus dimulai dari ruang terkecil dalam interaksi masyarakat. Pada tataran individu, struktur relasi kekuasaan juga menentukan esensi dan kualitas demokrasi level di atasnya, yaitu masyarakat dan negara. Proses demokrasi akan berlangsung lebih baik jika setiap individu memiliki pengetahuan yang memadai tentang nilai-nilai demokrasi. Perilaku dan kultur demokrasi menunjuk pada nilai-nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi.
Nilai-nilai demokrasi Menurut Henry B. Mayo: Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga; Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah; Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur; Membatasi pemakaian sampai minim; Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman; Menjamin tegaknya keadilan.
Menurut Prof Suhardiman,SE, di Indonesia sudah ada institusi demokrasi, namun masyarakat belum menikmati demokrasi, baik dikalangan pemerintahan, maupun jasa usaha. Dari segi pemerintahan masyarakat banyak merasa tertindas. Pada jasa usaha terjadi penindasan terhadap pekerja. Nampaknya demokrasi masih merupakan usaha, dan masih terbatas pada kaum elit. Disini terlihat institusi tidak didukung oleh perilaku demokratis. Tercapainya demokrasi sampai menyentuh kehidupan rakyat cukup lama dan sulit, sehingga masih sangat mutlak diperlukan membangun budaya demokrasi.
Ada 3 hal pengetahuan dan kesadaran demokrasi:
1.      demokrasi adalah pola kehidupan menjamin hak warganegara
2.      demokrasi merupakan the long learning process (proses pembelajaran yang panjang)
3.      kelangsungan demokrasi tergantung kepada proses pendidikan demokrasi pada masyarakat secara luas.
 Nilai-nilai demokrasi itu dapat digali dalam makna demokrasi itu sendiri yang telah dijabarkan dalam UUD dan kehidupan bernegara. Paling tidak nilai-nilai demokrasi  itu mencakup: masalah kedaulatan; makna negara berbentuk republic; negara berdasar atas hukum; pemerintahan yang konstitusionil; sistem perwakilan; prinsip musyawarah; prinsip Ketuhanan
Sebagai akhir uraian ini ada baiknya perhatikan Visi Indonesia 2020: terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Indikator demokratis yaitu :
a.  Terwujudnya keseimbangan kekuasaan antara lembaga penyelenggara negara dan hubungan kekuasaan antara pemerintahan nasional dan daerah
b.    Menguatnya partisipasi politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat melalui pemilihan umum jujur, adil dan langsung, umum, bebas dan rahasia, efektifitas peran dan fungsi partai politik dan kontrol sosial masyarakat yang semakin meluas
c.       Berkembangnya organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik yang bersifat tebuka
d.     Terwujudnya mekanisme kontrol di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
e. Berkembangnya budaya demokrasi, transparansi, akuntabilitas, jujur, sportif, menghargai perbedaan
f.      Berkembangnya sistem kepemimpinan yang egaliter dan rasional.


Sumber
MGMP PPKn Kab Banyumas
Buku PPKn Kls XI SMK/MAK Bumi Aksara ,DwiWinarno
Buku PPKn Kls XI SMK Armiko ,Kokom Komalasari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI

Mapel Pendidikan Pancasila Kelas X TP3,TKR, TSM Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI   Unit  1. Faham Kebangsaan, Nasional...