Jumat, 04 Februari 2022

Jenis dan Pembentukan Identitas

 Jenis dan Pembentukan Identitas 

“Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia”.

 Kita tentu sering mendengar atau membaca kalimat tersebut. Di sana, kita menemukan dua kata yang menjadi frase, yakni jati dan diri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jati diri diartikan sebagai keadaan atau ciri khusus seseorang. Padanan kata jati diri adalah identitas. Jadi, identitas dan jati diri akan digunakan secara bergantian untuk merujuk pada pengertian yang sama.

    Jati diri atau identitas tidak hanya melekat pada individu, tetapi juga kelompok: kelompok kecil seperti keluarga atau kelompok besar seperti halnya bangsa dan negara. Setiap diri kita diberikan keunikan masing-­masing. Kekhususan yang ada pada diri kita, membentuk apa yang disebut identitas tadi. Keunikan yang juga ada pada sebuah kelompok, membedakannya dengan kelompok yang lain.        Setidaknya, ada dua pendapat besar tentang bagaimana identitas itu terbentuk. Pertama, ada yang beranggapan bahwa identitas itu gifted atau terberi. Identitas, dalam pandangan kelompok ini, merupakan sesuatu yang menempel secara alamiah pada seseorang atau sebuah grup. Seseorang yang dilahirkan memiliki ciri isik tertentu, seperti berkulit putih, bermata biru, berambut keriting adalah contoh tentang bagaimana kita memahami identitas dalam diri sebagai sesuatu yang alamiah.

   Kedua, identitas yang dipahami sebagai hasil dari sebuah desain atau rekayasa. Konstruksi identitas seperti ini bisa dilakukan dalam persinggungannya dengan aspek budaya, sosial, ekonomi, dan lainnya. Berbeda halnya dengan identitas yang secara alamiah melekat pada diri manusia, identitas atau jati diri dalam pengertian ini, terlahir sebagai hasil interaksi sosial antarindividu atau antarkelompok. Jati diri sebuah bangsa adalah contoh bagaimana identitas itu dirumuskan, bukan diberikan secara natural

Identitas individu adakalanya bersifat alamiah, tapi juga bisa melekat karena hasil interaksi dengan individu dan kelompok lain. Begitu juga identitas kelompok. Ada identitas yang berasal dari sebuah interaksi dengan kelompok di luar dirinya, serta jati diri yang secara alamiah menjadi ciri dari kelompok tersebut. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak uraian mengenai empat tipe jati diri tersebut.

                                    Identitas Individu yang Alami

Saat ada bayi yang baru saja lahir, pertama­tama, yang kita kenali tentu saja ciri­ciri isiknya. Warna kulit, jenis rambut, golongan darah, mata, hidung, dan sebagainya adalah sebagian dari ciri yang melekat pada bayi tersebut.

Ciri isik seperti ini bisa kita sebut sebagai karakter atau identitas yang bersifat genetis. Ia melekat pada diri manusia dan dibawa serta sejak lahir. Ciri isik manusia, sudah pasti berbeda satu dengan yang lainnya. Sekalipun lahir dari rahim yang sama, akan tumbuh dengan ciri isik yang berbeda, termasuk mereka yang terlahir kembar. Ada identitas isik, yang secara alamiah, membedakan dirinya dengan saudara kembarnya itu.

Di luar karakter isik, identitas individu juga bisa berasal dari aspek yang bersifat psikis, misalnya sabar, ramah, periang, dan seterusnya. Kita mengenali seseorang karena sifatnya yang penyabar atau peramah. Sebetulnya, sifat ini juga bisa menjadi ciri dari kelompok tertentu.

                       Identitas Individu yang Terbentuk secara Sosial

Selain karakter yang terbentuk secara alamiah, kita bisa mengenali jati diri seseorang atau individu karena hasil pergumulannya dengan mereka yang ada di luar dirinya. Dari interaksi itu, lahirlah identitas individu yang terbentuk sebagai buah dari hubungan­hubungan keseharian dengan identitas di luar dirinya. Identitas diri itu terbentuk bisa karena pekerjaan, peran dalam masyarakat, jabatan di pemerintahan, dan sebagainya.

Dalam hal pekerjaan, misalnya, guru dan peserta didik adalah contohnya. Seseorang menjadi guru karena ia menjalankan tugasnya untuk mengajar dan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada murid­muridnya. Ia sendiri tidak terlahir otomatis sebagai guru, tetapi identitasnya itu didapatkan karena ada pekerjaan yang dijalankannya.

Peserta didik adalah murid­murid yang diajar, menerima pengetahuan serta belajar bersama dengan guru. Identitas sebagai peserta didik tidak melekat sejak lahir, bukan sesuatu yang alamiah atau genetik. Peserta didik adalah jati diri yang tercipta karena seseorang datang ke sekolah dan mendatarkan diri untuk menjadi murid di sekolah tertentu

         Identitas Kelompok yang Alami

 Selain melekat pada individu, ada juga identitas yang secara alamiah menjadi ciri dari kelompok. Jadi, dalam suatu kelompok, ada individu­individu yang menjadi anggotanya dan memiliki ciri yang sama. Istilah ras atau tribe dalam bahasa Inggris, itulah salah satu contoh bagaimana yang alamiah melekat kepada sebuah kelompok.

Ras digunakan untuk mengelompokkan manusia atas dasar lokasi geograis, warna kulit serta bawaan isiologisnya, seperti warna kulit, rambut dan tulang. Ada banyak yang berpendapat tentang penggolongan ras ini. Salah satunya adalah penggolongan ras dalam lima kelompok besar: "ras Kaukasoid", "ras Mongoloid", "ras Ethiopia" (yang kemudian dinamakan "ras Negroid"), "ras Indian" dan "ras Melayu." (Blumenbach dalam Schaefer, 2008).

   Identitas Kelompok yang Terbentuk secara Sosial

 Selain terbentuk secara alamiah, jati diri sebuah kelompok juga bisa terbangun karena bentukan atau dibentuk. Seperti halnya identitas individu yang terbentuk karena interaksi mereka secara sosial, begitu pula halnya identitas kelompok. Mereka yang suka sepakbola, pasti mengenal banyak nama klub atau kesebelasan, baik di dalam maupun luar negeri. Contoh lain adalah organisasi peserta didik di sekolah. Identitas sebagai organisasi peserta didik merupakan jati diri yang terbentuk atau dibentuk. Lebih tepatnya, difasilitasi oleh pihak sekolah.

Bangsa dan negara adalah sebuah kelompok sosial. Setiap bangsa memiliki identitasnya masing­masing. Begitu pun juga negara. Dasar, simbol, bahasa, lagu kebangsaan, serta warna bendera menjadi salah satu penanda sebuah negara. Sebagai kelompok, negara juga terbentuk secara sosial. Negara Indonesia dibentuk atas dasar perjuangan rakyatnya, baik yang dilakukan melalui berbagai medan pertempuran maupun upaya diplomasi di meja perundingan.

Setelah kalian membaca materi tersebut diatas, kegiatan pembelajaran selanjutnya menonton film pendek  terbitan  Arsip Nasional  Republik Indonesia "Kembali Kepada Karakter dan Jati diri Bangsa " yang bisa dilihat di https://www.youtube.com/ watch?v=VvFPpArDSLQ

Sebelum film dimulai , dibawah ini ada beberapa pertanyaan  sebagai panduan kalian  dalam menonton film tersebut 

1. Bagaimana keragaman dikelola  agar bisa mencapai tujuan yang dicita -citakan ?

2. Apa saja peristiwa yang menjadi tonggak  keberhasilan dalam upaya menyatukan perbedaan -perbedaan suku, ras, agama, dan golongan  dalam sejarah Indonesia?

3. Bagaimana jati diri  bangsa Indonesia  dalam bidang pendidikan ?

4. Bagaimana relevansi  film tersebut  dengan Pancasila sebagai Identitas bangsa Indonesia ? 


 Pancasila, Identitas Bangsa Indonesia 

Meski Ir. Soekarno yang menyampaikan pidato Pancasila pada 1 Juni 1945, tetapi lima dasar tersebut bukanlah identitas presiden pertama saja. Kelimanya merupakan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila, tidak ada Indonesia. Begitupun sebaliknya. Identitas Indonesia adalah Pancasila. Keduanya seperti dua sisi mata uang. 

Darimana identitas Pancasila itu berasal? 

Seperti berulangkali disampaikan Ir. Soekarno, dirinya bukanlah penemu Pancasila. Ia hanya menggali Pancasila dari bumi nusantara. Sebagai bangsa yang berciri Pancasila, maka sikap, pikiran, dan tindakan manusia Indonesia haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jangan sampai Pancasila selesai sebagai sebuah jargon, tetapi tidak terimplementasi dalam sikap dan perbuatan.

 “Di Pulau Buangan jang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berdjam-djam lamanja merenung dibawah pohon kaju. Ketika itu datanglah ilham jang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup jang  sekarang dikenal dengan Pantjasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku mentjiptakan Pantjasila. Apa jang kukerdjakan hanjalah menggali tradisi kami djauh sampai ke dasarnja dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara jang indah.” [Cindy Adams, 1966, 300] 

Tentang hal ini, Wakil Presiden kita pertama, Mohammad Hatta telah mengingatkan bagaimana kita memaknai Pancasila. Hal tersebut ia sampaikan melalui pidato pada peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni 1977 di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta. Pancasila, Bung Hatta mengatakan, “…tidak boleh dijadikan amal di bibir saja,” karena jika demikian, “…berarti pengkhianatan pada diri sendiri.” Bung Hatta menambahkan, “Pancasila harus tertanam dalam hati yang suci dan diamalkan dengan perbuatan.” (Hatta: 1978, 21).

 "Pancasila tidak boleh dijadikan amal di bibir saja, itu berarti pengkhianatan pada diri sendiri. Pancasila harus tertanam dalam hati yang suci dan diamalkan dengan perbuatan. Sejak 5 Juli 1959 negara kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan dengan rumus Pancasila yang tertera di dalamnya berlaku lagi. Tetapi seperti dikatakan tadi ideologi dan tujuan neara tidak berubah. Perubahan dalam Pembukaan hanya memperkuat kedudukan Pancasila sebagai pedoman dan mempertajam tujuan negara.

" Pancasila adalah identitas yang digali dari kearifan serta kekayaan nilai bumi Indonesia. Agar terus hidup sebagai ciri bangsa, Pancasila tidak sekadar dihafalkan, tetapi juga diamalkan. Pancasila adalah nilai yang hidup sebagai jati diri bangsa. Pada sebuah bangsa yang majemuk, Pancasila adalah jawaban yang tepat sebagai jati diri. 

 Sejarah bangsa Indonesia adalah kisah tentang sebuah negara yang majemuk. Keberagaman tidak bisa kita ingkari sebagai fakta sosiologis sekaligus sebagai kenyataan alami yang memang demikian adanya. Pancasila kemudian membingkainya dan sekaligus memayungi keberagamaan tersebut. Masyarakat yang berbeda latar belakang agama, etnis maupun suku, bisa hidup didalam bingkai tersebuat.  

Dengan kekayaan yang dimiliki,  Pancasila menjadi identitas bersama yang mengakui perbedaan -perbedaan di dalamnya. Meskipun disatu sisi keragaman adalah tantangan, tetapi, jika dikelola dengan baik, maka ia akan menjadi kekuatan yang saling menopang satu dengan lainnya. Pancasila hadir sebagi identitas yang mengakomodir  dan menghargai perbedaan -perbedaan tersebut .

Sumber Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik indonesia 2021.BPG. SMA/SMK Kelas X

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI

Mapel Pendidikan Pancasila Kelas X TP3,TKR, TSM Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI   Unit  1. Faham Kebangsaan, Nasional...