Jumat, 04 Februari 2022

Mengenali, Menyadari, dan Menghargai Keragaman Identitas

 

                                 Mengenali,  Menyadari, dan Menghargai Keragaman Identitas

Sebagai makhluk sosial, ciri yang melekat pada manusia adalah keinginan untuk melakukan interaksi satu dengan lainnya. Interaksi berarti hubungan timbal balik yang dilakukan baik antar individu, antar kelompok maupun individu dengan kelompok. Dalam interaksi, ada proses mempengaruhi tindakan kelompok atau individu melalui sikap, aktivitas atau simbol tertentu. Orang akan mengenali yang lain melalui proses interaksi tersebut.

Proses untuk mengenali yang lain, yang juga dilakukan oleh manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk sosial bisa dijumpai melalui cara lain, yakni sosialisasi. Sosialisasi berarti penanaman atau penyebaran (diseminasi) adat, nilai, cara pandang atau pemahaman yang dilakukan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya dalam sebuah masyarakat.

 Melalui sosialisasi, seseorang atau sebuah kelompok menunjukkan nilai­nilai yang dianutnya. Tujuannya, bisa sebatas hanya mengenalkan atau bermaksud mempengaruhi yang lain. Dalam sebuah kelompok yang terdiri dari banyak individu, potensi munculnya perbedaan persepsi sangatlah besar. Masing­masing orang memiliki nilai serta pandangan yang menjadi identitasnya. Terhadap pandangan yang tidak sama itu, kemampuan untuk bernegosiasi sangatlah penting. Satu anggota kelompok dengan anggota lainnya, mencari titik temu agar ada satu identitas yang disepakati sebagai jati diri kelompok.

 Begitu juga yang dilakukan oleh mereka yang ingin membentuk grup atau kelompok yang lebih besar. Kelompok­kelompok kecil itu berunding untuk menciptakan satu identitas yang bisa mewakili semuanya. Identitas atau jati diri yang menjadi ciri dari kelompok besar itu, bisa saja berasal dari nilai sebuah kelompok kecil yang kemudian disepakati oleh semua kelompok. Atau, ia bisa didapati dengan cara lain. Identitas itu betul­betul sesuatu yang baru, yang tidak ada pada anggota kelompoknya.

Terciptanya identitas kelompok, dengan demikian, mendapatkan pengaruh dari mereka yang menjadi anggotanya. Identitas sebuah grup merupakan hasil dari rumusan dan kesepakatan yang diharapkan bisa menjadi media bagi kelompok lain ketika hendak mengenalinya.

Di sini kita bisa menarik dua hal penting, yakni jati diri dan keragaman atau kebinekaan. Mengapa kebinekaan menjadi tema penting dalam kaitannya dengan masalah identitas atau jati diri?

 Kita perhatikan bagaimana sebuah kelompok terbangun. Jika, katakanlah, ada 10 individu dalam satu kelompok, itu berarti ada 10 cara pandang atau pendapat tentang apa dan bagaimana menciptakan jati diri kelompok tersebut. Begitu pula ketika 100 kelompok hendak menciptakan jati diri untuk satu kelompok besar. Kita akan mendapati 100 jati diri yang sedang berbincang tentang bagaimana menciptakan identitas bersama mereka.

Sepuluh, seratus, seribu, dan seterusnya adalah representasi dari kebinekaan atau kemajemukan. Di dunia ini, ada beragam identitas, Baik identitas individu maupun kelompok. Identitas yang tercipta secara alamiah atau dibentuk secara sosial. Keragaman merupakan hukum alam yang harus disadari dan diterima oleh siapapun. Bangsa Indonesia sedari awal telah menyadari akan hal ini. Kita hidup dalam keragaman, namun ingin tetap berada dalam payung yang bisa mengayomi kebinekaan itu. Inilah hakikat dari semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” tersebut.

Sebagaimana para pendiri bangsa yang menyadari bahwa Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya, agama, etnis, suku dan bahasa, begitupun juga yang harus dilakukan oleh generasi penerus. Kesadaran tentang kebinekaan, harus dilanjutkan oleh kehendak untuk mengenali yang lain. Berkenalan dengan identitas lain di luar dirinya merupakan cara terbaik ketika kita hidup dengan mereka yang berbeda.

Coba diingat, ketika awal berpindah sekolah dari SMP ke SMU. Sebagian besar teman­teman adalah orang­orang baru. Guru­guru yang mengajar pun demikian. Lingkungan sekolah juga berbeda dengan situasi sebelumnya. Jika kita tak berso siali sasi dengan cara mengenal satu dengan yang lain, kita seperti hidup seorang diri, meski faktanya ada banyak orang di sekeliling. Karenanya, kita harus berjumpa, berkenalan, dan berinteraksi agar kebinekaan atau keragaman itu tak hanya sekadar ada dan diakui tapi juga saling dikenali.

Menghargai keragaman adalah salah satu bentuk ketaatan kita pada hukum alam. Tuhan telah menciptakan manusia dengan segala keragaman identitas yang melekat padanya. Menyadari dan menghormati keragaman, tak hanya sebagai cara mengenali sesama, tetapi juga memuliakan ciptaan­Nya.

 Berapa jumlah suku bangsa, bahasa dan suku di Indonesia? Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, hingga tahun 2010, ada 1300­an lebih suku bangsa di Indonesia. Sementara, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Badan Bahasa Kemendikbud) telah memetakan dan memveriikasi 718 bahasa daerah di Indonesia. Agama­agama yang di anut oleh penduduk Indonesia, jumlahnya juga banyak. Selain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, kita juga mengenal agama­agama lokal seperti Parmalim, Sunda Wiwitan, Kaharingan, Marapu, dan lain sebagainya.

Mereka mempraktikkan adat serta tradisi yang berbeda satu dengan lainnya. Bahasa yang dituturkan juga tidak sama. Keyakinan serta ajaran­ajaran yang dianut pemeluknya hadir dalam doktrin serta ritual yang berlainan. Perbedaan­perbedaan ini adalah bagian dari kekayaan bangsa Indonesia yang harus dihormati dan perlu dijaga. Salah satu ciri bangsa Indonesia adalah keragaman yang dimilikinya. Tidak hanya sebagai ciri, kebudayaan yang beragam itu adalah sekaligus jati diri bangsa Indonesia.

 Indonesia adalah negara yang memiliki dua identitas sekaligus. Identitas pertama bersifat primordial atau jati diri yang berkaitan dengan etnis, suku, agama, dan bahasa. Identitas kedua bersifat nasional. Jika dalam identitas primordial kita melihat banyak sekali jati diri, tidak demikian halnya dengan identitas nasional. Dalam jati diri kita yang bersifat nasional, itu kita bersama­sama memiliki satu warna, satu identitas. Dengan begitu, keunikan Indonesia terletak pada keragaman sekaligus kesatuannya. Keragaman pada identitas kita yang bersifat primordial, sementara kesatuan dan persatuan terletak pada jati diri kita yang bersifat nasional.

Tugas besar yang membentang di hadapan kita sebagai sebuah bangsa yang besar adalah mengelola keragaman sebagai sebuah kekuatan yang saling mendukung satu dengan lainnya. Tidak ada cara lain bagi segenap elemen bangsa kecuali terus mengingat dan menyadari eksistensi kita sebagai bangsa yang dicirikan oleh kebinekaan pada identitas kita yang bersifat primordial. Tak hanya menyadari, tetapi proses selanjutnya harus terus diupayakan, yakni mengenali keragaman­keragaman tersebut. Dalam setiap upaya pengenalan, ada tujuan mulia yang tersimpan di dalamnya, yakni menghargai setiap budaya, religi, suku, serta Bahasa sebagai identitas khas dan unik yang melekat pada diri manusia.

                                          Menghargai Keragaman Identitas

 Kita mengenal nenek moyang nusantara sebagai pelaut yang ulung. Tinggal di negara kepulauan, para pelaut nusantara melakukan ekspedisi yang sangat luar biasa panjang. Mereka tak hanya berlayar antar pulau di wilayah nusantara saja, tetapi melakukan perjalanan yang sangat jauh hingga wilayah Afrika. Perjalanan laut sudah dilakukan sekitar abad ke­5 dan ke­7 M. Perjalanan yang dilakukan, memungkinkan mereka berinteraksi dengan kebudayaan yang berbeda di tempat di mana para pelaut itu singgah. Di situlah terjadi kontak. Nenek moyang kita berkenalan dengan lingkungan barunya. Tak hanya berkenalan, beberapa di antaranya menetap dan meneruskan generasinya di sana.

Pada apa yang dilakukan oleh nenek moyang pelaut kita itu, tercipta sebuah bangunan identitas khas pada masyarakat Afrika. Di sana dikenal tentang asalusul ”Zanj” yang namanya merupakan asal­usul nama bangsa Azania, Zanzibar, dan Tanzania. Zanj adalah ras Afro­Indonesia yang menetap di Afrika Timur, jauh sebelum kedatangan pengaruh Arab atas Swahili.

Dari peristiwa yang terjadi di masa silam seperti di atas, kita bisa belajar, setidaknya dua hal. Pertama, pada setiap perjalanan, seseorang akan bersua dengan perbedaan­perbedaan. Ketidaksamaan itu mewujud dalam tampilan isik atau bahasa yang dituturkan. Pada bahasa yang sama sekalipun, ada dialek yang berlainan. Sehingga tetap ada keragaman dalam sebuah identitas yang pada awalnya kita yakini ada. Dalam hal keyakinan atau ajaran agama, sudah pasti ada ketidaksamaan. Kita bisa mengibaratkan ini dengan seorang yang sedang bertamu ke rumah kerabat, tetangga atau orang yang baru ditemui dalam kehidupannya. Perjumpaan antara kebudayaan yang berbeda, dalam kasus di atas, kemudian dibungkus dalam sebuah etika tentang bagaimana sebaiknya hidup bersama dalam identitas yang beragam tersebut.

Pelajaran kedua dari kisah tentang perjalanan laut nenek moyang nusantara adalah pembentukan identitas baru yang tercipta dari persilangan berbagai identitas. Pada setiap identitas yang melekat, ada keragaman di sana. Pembentukan itu terjadi melalui proses perjumpaan budaya yang melintasi batas­batas geograis yang sangat mungkin tercipta, karena dunia yang kita huni, sesungguhnya saling terhubung.

Jika kita menghargai kebudayaan yang berbeda, apakah itu artinya kita tidak menghormati kebudayaan yang kita miliki?

Dalam dunia yang sudah terhubung, seperti saat ini, cara untuk mengetahui bahwa ada banyak kebudayaan di belahan bumi menjadi lebih mudah. Perangkat teknologi memungkinkan kita mengakses informasi di tempat yang berbeda dengan sangat cepat. Pengetahuan kita akan tradisi serta budaya masyarakat di wilayah lain juga menjadi lebih mudah didapat.

 Kebanggaan atas jati diri yang kita miliki, tidak lantas membuat kita harus menganggap rendah identitas bangsa lain. Masing­masing kebudayaan memiliki kekhasan atau keunikannya masing­masing. Kita tentu berhak untuk merasa bangga atas apa yang dimiliki. Rasa hormat atas identitas sebagai sebuah bangsa yang memiliki peradaban adiluhung, misalnya, adalah sikap yang wajar dimiliki. Namun, bersamaan dengan sikap bangga terhadap kebudayaan yang kita miliki, harus juga ditunjukkan penghormatan atas budaya bangsa lain.

Sumber BG PPKn SMA/SMK Kelas X Kementerian Pedidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi  Republik Indonesia 2021

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI

Mapel Pendidikan Pancasila Kelas X TP3,TKR, TSM Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI   Unit  1. Faham Kebangsaan, Nasional...