Minggu, 12 April 2020

Sistem Peradilan Internasional [11-6/2]

B.Sistem Peradilan Internasional
Lembaga Peradilan Internasional 
1.   Mahkamah Internasional (International Court of Justice atau ICJ)
Mahkamah Internasional berkedudukan di Den HaagBelanda . Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBBDewan Keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada Mahkamah. Majelis umum dan Dewan Keamanan dapat memohon kepada Mahkamah nasihat atas persoalan hukum apa saja. Organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila mendapat wewenang dari Majelis Umum dapat meminta nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. 
 Semua negara yang menjadi pihak pada statua Mahkamah dapat menyerahkan perkara-perkara apa saja yang dikehendaki. Negara-negara lain dapat menyerahkan kepadanya perkara-perkada di bawah syarat-syarat yang ditentukan oleh Dewan Keamanan. Dengan demikian tujuan Mahkamah Internasional ini adalah menyelesaikan pertikaian-pertikaian internasional yang dihadapkan kepadanya atas dasar hukum internasional.
Keanggotaan Mahkamah terdiri dari 15 hakim yang terkenal dan dipilih oleh Dewan Keamanan serta Majelis Umum, yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim-hakim tersebut dipilih atas dasar kecakapan dan bukan atas dasar kebangsaan. Para hakim tersebut memegang jabatan selama sembilan tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka.. Semua persoalan disidangkan, sedikitnya dihadiri oleh sembilan orang hakim. Keputusan diambil dengan suara terbanyak, dan apabila terjadi seri, maka Ketua Mahkamah mempunyai suara yang menentukan. 
 Fungsi Mahkamah Internasional adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah negara. 
2.   Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC)
 Mahkamah Pidana (Pengadilan Kriminal) Internasional dibentuk pada 2002 sebagai sebuah "tribunal" permanen untuk menuntut individual dalam kasus genosidakejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang. 
Mahkamah Pidana Internasional bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah.
3.   Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional
Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan.
Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.

6.    Pengertian, Karakteristik, dan Penyebab  Sengketa Iternasional
 Sengketa internasional (international despute) adalah sengketa antara negara di satu pihak dan individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak lain atau   perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara, negara dengan individu-individu, atau negara dengan lembaga internasional yang menjadi subyek hukum internasional.
Sengketa internasional memiliki karakteristik :
a.    Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a direct International disputes), Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian.  
b.   Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional adalahaadanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan Warganegara AS di Freeport.
  Sebab-sebab terjadinya sengketa internasional antara lain :
1)      Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian internasional.
2)      Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional
3)      Perebutan sumber-sumber ekonomi
4)      Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional.
5)      Adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
6)      Penghinaan terhadap harga diri bangsa.

Cara Menyelesaikan Sengketa Internasional
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara damai maupun dengan cara kekerasan.
1.   Penyelesaian secara damai
Penyelesaian secara damai dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip :
a.    Prinsip itikad baik (good faith)
b.   Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa
c.    Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa
d.   Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa
e.    Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus)
f.    Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa (prinsip exhaustion of local remedies)
g.   Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu:
1)   Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak
2)   Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri
3)   Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara
4)   Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional
Penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan dengan mekanisme hukum dan diplomasi.
a.   Penyelesaian dengan jalur hukum
1)   Arbitrase Internasional
Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan, diselengarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase, yang merupakan ”hakim swasta”. Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).
Prosedur penyelesaiannya, adalah :
a)   Masing-masing negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga negaranya sendiri.
b)   Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan
Arbitrase tersebut.
c)   Putusan diambil dengan suara terbanyak.
2)   Penyelesaian Yudisial
Sengketa internasional dapat juga diselesaikan melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
Ada dua mekanisme penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal dan khusus.
a)   Mekanisme Normal
§  Penyerahan perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan sengketa.
§  Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan fakta baru, penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
§  Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak yang bersengketa.
§  Keputusan bersifat menyetujui dan penolakan. 
b)   Mekanisme Khusus
§ Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa karena Mahkamah Intrnasional dianggap tidak memiliki yurisdiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
§ Ketidakhadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau respondent karena menolak yurisdiksi Mahkamah Internasional.
§ Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan Mahkamah internasional.
§ Beracara bersama, beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap lawan yang sama.
§ Intervensi, yakni Mahkamah Internasional memberikan hak kepada negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa untuk melakkan intervensi atas sengketa yang sedang disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah Internasional ada kemungkinan negara tersebut dirugikan.
b.   Penyelesaian sengketa dengan cara diplomatik 
1)   Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
2)   Mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. 
3)   Konsiliasi, dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan Negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi/komite dengan membuat laporan atau ussul penyelesaian kepada pihak sengketa dan tidak mengikat.
4)   Penyelidikan (inquiury), adalah biasanya dipakai dalam perselisisihan batas wilayah suatu negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan.
2.   Penyelesaian sengketa secara   kekerasan  
Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Penyelesaian dengan cara paksa atau kekerasan dilakukan melalui :
a.    Perang dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada Negara lawan.
b.   Retorsi, adalah pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatic, atau penarikan diri dari kesepakatan-kresepakatan fiscal dan bea masuk.
c.    Reprisal , yakni tindakan-tindakan pembalasan, adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan terhadap suatu Negara.
d.   Blokade secara damai, adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suartu pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blockade oleh Negara lain.
e.    Intervensi (campur tangan),adalah campur tangan terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya :Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB; Intervesi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya; Pertahanan diri; Negara yang menjadi obyek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

7.        Mekanisme Kerja Mahkamah Internasional
Secara keseluruhan, ada 5 (lima) aturan yang berkenaan dengan Mahkamah Internasional. Kelima aturan atau dasar hukum tersebut adalah:
·   Piagam PBB (1945). Di dalam Piagam PBB 1945, dasar hukum yang berkenaan tentang MI terdapat dalam BAB XIV tentang MI sebanyak 5 pasal  yaitu pasal 92-96. 
·   Statuta MI (1945). Di dalam Statuta MI sendiri, ketentuan yang berkenaan dengan proses beracara terletak pada BAB III yang mengatur tentang Procedure dan BAB IV yang memuat tentang Advisory Opinion. Ada 26 pasal (pasal 39 - 46) yang tercantum di dalam BAB III, sementara di dalam BAB IV hanya terdapat 4 pasal (pasal 65-68)
·   Aturan Mahkamah atau Rules of the Court (1970) yang telah diamandemen pada tanggal 5 Desember 2000. Dasar hukum yang ketiga yaitu Aturan Mahkamah (Rules of the Court), (1970) yang terdiri dari 108 pasal. Aturan ini dibuat pada tahun 1970 dan telah mengalami beberapa amandemen dimana amandemen terakhir adalah pada tahun 2000. Aturan ini berlaku atau entry into force sejak tanggal 1 Februari 2001 dan bersifat tidak berlaku surut atau non-rectroactive.
·   Panduan Praktek atau Practice Directions I – IX . Dasar hukum yang berikutnya adalah Panduan Praktek (Practice Directions) I-IX. Ada 9 panduan praktek yang dijadikan dasar untuk melakukan proses beracara di MI. Panduan praktek ini secara umum berkisar tentang surat pembelaan (written pleadings) yang harus dibuat dalam beracara di MI.
·   Resolusi  tentang Praktek Judisial Internal dari Mahkamah atau Resolution Concerning the Internal Judicial Practice of the Court yang diadopsi pada tanggal 12 April 1976 dari Pasal 19 Aturan Mahkamah (1970). Dasar hukum terakhir dari proses beracara di MI adalah Resolusi tentang Praktek Judisial Internal dari Mahkamah (Resolution Concerning the Internal Judicial Practice of the Court), (1976). Resolusi ini terdiri dari 10 ketentuan tentang beracara di MI yang telah diadopsi pada tanggal 12 Apil 1976. Resolusi ini menggantikan resolusi yang sama tentang Internal Judicial Practice yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1968.
Pihak yang beracara
Untuk kasus yang bersifat contentious (sengketa dua pihak), Statuta MI membatasi hanya negara yang dapat beracara di MI. Ada tiga kategori negara atau state yang dapat beracara di MI yaitu:
·   negara Anggota PBB. Mengacu kepada pasal 35(1) dari Statuta MI dan pasal 93 (1) dari Piagam PBB, Negara anggota PBB adalah ipso facto (karena faktanya sendiri; menurut kenyataannya sendiri) terhadap statuta MI dan otomatis mempunyai akses ke MI. Kurang lebih ada 189 negara yang telah menjadi anggota PBB.
·   negara bukan anggota PBB akan tetapi tunduk kepada Statuta MI. Selain itu Negara yang bukan anggota PBB dan bukan anggota Statuta MI dapat juga beracara di MI dengan persyaratan tertentu yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB.  Adapun persyaratan yang dimaksud adalah menerima ketentuan dari Statuta MI, Piagam PBB (pasal 94) dan segala ketentuan berkenaan dengan pengeluaran dari MI atas dasar pertimbangan Majelis Umum PBB. 
·   negara yang bukan anggota dan tidak masuk dalam wilayah/ Statuta MI. Untuk Negara-negara yang masuk dalam kategori ini harus membuat deklarasi untuk tunduk kepada segala ketentuan MI dan Piagam PBB (pasal 94),
      Salah satu kasus utama berkaitan dengan status negara untuk beracara di MI adalah kasus tentang Pelaksanaan dari Konvensi Pencegahan dan Penghukuman atas Kejahatan Pembunuhan.  Kasus ini mengetengahkan sengketa tentang penafsiran pasal 35 Statuta MI, siapa yang berhak menjadi pihak yang dapat beracara di MI, dalam hal ini, sengketa antara Bosnia-Herzegovina atau Yugoslavia. Pada keputusannya, MI menerima locus standi (kedudukan) dari kedua pihak dengan dasar bahwa keduanya adalah anggota dari konvensi tersebut diatas.
Urutan Beracara
Perlu diketahui bahwa mekanisme beracara ini adalah untuk kasus-kasus yang sifatnya contentious (sengketa dua pihak). Prosedur beracaranya adalah sbb:
1. Penyerahan Perjanjian Khusus (Notification of Special Agreement) atau Aplikasi (Application)
2.   Perjanjian khusus atau aplikasi tersebut biasanya ditandatangani oleh wakil atau agent  yang dilampirkan juga surat dari Menteri Luar Negeri atau Duta Besar di Hague dari negara yang bersangkutan.
3.   Setelah diterima oleh Registrar (register)  MI dan dilengkapi kekurangan-kekurangan jika ada sesuai dengan statuta MI dan Aturan Mahkamah, maka register MI akan mengirimkan perjanjian atau aplikasi tersebut ke kedua belah pihak dan negara anggota dari MI. Kemudian hal tersebut akan dimasukan ke dalam Daftar Umum Mahkamah atau Court’s General Lists yang akan diteruskan dengan press release. Versi dua bahasa  (Perancis dan Inggris) dari perjanjian atau aplikasi tersebut setelah didaftar, dialih-bahasakan dan dicetak, akan dikirim ke Sekretaris Jenderal PBB, negara yang mengakui jurisdiksi MI dan setiap orang yang memintanya.  Tanggal pertama perjanjian atau aplikasi diterima oleh register adalah tanggal permulaan dimulainya proses beracara di MI.
4.   Pembelaan
Setelah tahap pemberian perjanjian khusus atau aplikasi untuk beracara di MI, maka tahap yang selanjutnya adalah tahap pembelaan, yaitu pembelaan tertulis (written pleadings) dan presentasi pembelaan (oral pleadings).  Pada dasarnya, MI memberikan kebebasan kepada para pihak tentang jenis pembelaan utama yang akan dipakai, baik itu pembelaan tertulis  maupun presentasi pembelaan.
5.  Keputusan (Judgment)
Keputusan Mahkamah Internasioanal dan Dampaknya
Sifat keputusan Mahkamah Internasional adalah :
a)      Mengikat ( pihak yang bersengketa dan pada perkara yang diputuskan )
b)      Final : tidak bisa banding, namun bisa mengajukan revisi bila ditemukan bukti-bukti baru
c)      Berdasarkan hukum
d)     Ex aequo et bono
e)      Mayoritas dari hakim yang hadir , bila perbandingannya sama maka keputusan ditentukan oleh pendapat  Presiden Mahkamah Internasional
Ada tiga cara untuk sebuah kasus dianggap telah selesai:
1)      para pihak telah mencapai kesepakatan sebelum proses beracara berakhir.
2)      pihak applicant atau kedua belah pihak telah sepakat untuk menarik diri dari proses beracara yang mana secara otomatis maka kasus itu dianggap selesai.
3)      MI memutus kasus tersebut dengan keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan dari proses beracara yang telah dilakukan. 
Selain itu pendapat hakim MI dibagi atas tiga bagian, yaitu pendapat yang menolak atau dissenting opinion, pendapat yang menyetujui tetapi berbeda dalam hal tertentu atau separate opinions  dan pendapat yang menyetujui atau declarations.
Peran Mahkamah Internasional sangat menentukan kepada kedua negara yang sedang bersengketa. Dalam hal ini, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk memeriksa, menyelesaikan sengketa hingga memberikan keputusan atas dasar sengketa tersebut.
Dengan demikian suatu negara yang tidak mematuhi keputusan Mahkamah Internasional dapat berdampak :
a)      merusak citra negara tersebut dalam pergaulan antar bangsa.
b)      Negara tersebut dikucilkan dari pergaulan internasional
c)      dihentikannya bantuan dari negara lain
d)     terputusnya hubungan diplomatik kedua negara
e)      timbulnya ketidak harmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

      Sumber -MGMP PPKn Kab Banyumas ,Buku PPKn SMK /MAK  Kelas XI Bumi Aksara ,
                    Buku PPKn Kemendikbud SMK/SMA/MAK/MA Kls XI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI

Mapel Pendidikan Pancasila Kelas X TP3,TKR, TSM Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI   Unit  1. Faham Kebangsaan, Nasional...