Pertemuan 2. Selasa tanggal 31 Agustus 2021
Panitia Sembilan dan Mukaddimah Dasar Negara
Panitia Sembilan dan Mukadimah Dasar Negara Seusai sidang pertama BPUPK, sejumlah anggota BPUPK mengadakan pertemuan untuk membicarakan langkah berikutnya, yang kemudian terbentuk dua panitia kecil. Panitia kesatu beranggotakan delapan orang bertugas untuk mengumpulkan berbagai usulan para anggota untuk kemudian dibahas pada sidang berikutnya. Sementara panitia kedua beranggotakan sembilan orang bertugas menyusun Pembukaan Hukum Dasar
Panitia Delapan |
Panitia Sembilan |
1.Soekarno ( Ketua ) |
1. Soekarno ( Ketua ) |
2.Ki Bagus Hadikusumo |
2. Moh. Hatta |
3.KH.Wachid Hasjim |
3. Moh.Yamin |
4.Moh.Yamin |
4. Maramis |
5.Sutardjo |
5. KH.Wachid Hasjim |
6.Maramis |
6. Achmad Subardjo |
7.Oto Iskandar Dinata |
7. Abi Kusno Tjokrosojoso |
8.Moh. Hatta |
8. H.Agus Salim |
|
9. KH.Abdul Kahar Moedzakir |
a. Usulan yang
meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya;
b. Usulan yang meminta mengenai dasar negara;
c. Usulan yang
meminta mengenai soal uniikasi atau federasi;
d. Usulan yang
meminta mengenai bentuk negara dan kepala negara;
e. Usulan yang meminta mengenai warga negara;
f. Usulan yang
meminta mengenai daerah;
g. Usulan yang meminta mengenai agama dan negara;
h. Usulan yang
meminta mengenai pembelaan;
i. Usulan yang
meminta mengenai keuangan
Sementara itu, Panitia Sembilan mengadakan rapat pada 22
Juni 1945 tentang dasar negara. Diskusi berlangsung alot ketika membahas
bagaimana relasi agama dan negara, sebagaimana juga yang tergambar dalam sidang
BPUPK. Beberapa anggota BPUPK menghendaki bahwa dasar negara Indonesia harus
berlandaskan Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim.
Sementara itu, sebagian kelompok lain menolak menjadikan agama (dalam hal ini
Islam) sebagai dasar negara. Bahkan, Moh. Hatta, Soepomo dan Ir. Soekarno
mengusulkan pemisahan agama dan negara.
Piagam Jakarta dan Upaya Kompromi Pokok-pokok pikiran yang
muncul dalam sidang BPUPK itu kemudian dikaji secara mendalam oleh Panitia
Sembilan. Salah satu topik dari sembilan pokok bahasan yang sangat alot
pembahasannya adalah soal hubungan agama dan negara. Lobi-lobi di antara
anggota Panitia Sembilan dilakukan.
Usulan sejumlah anggota untuk menjadikan Islam sebagai dasar
negara mendapat sanggahan dari anggota lainnya. Dengan mengacu kepada seluruh
masukan para anggota BPUPK, terutama pidato Soekarno yang secara gamblang
menjelaskan dasar negara, akhirnya disepakatinya rancangan asas atau dasar
Indonesia Merdeka, yang diberi nama oleh Soekarno sebagai Mukadimah, Moh. Yamin
menyebutnya sebagai Piagam Jakarta. Isinya sebagai berikut:
. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang
adil dan beradab;
3. Persatuan
Indonesia;
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;
5. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hasil keputusan
Panitia Sembilan tersebut kemudian dilaporkan ke hadapan seluruh anggota BPUPK
pada 22 Juni 1945. Karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, BPUPK
dibubarkan pada 7 Agustus 1945. Agenda berikutnya adalah menyiapkan dan
mematangkan serta mengesahkan hal-hal penting untuk mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Maka pada 9 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). PPKI belum menjalankan tugas, situasi Indonesia semakin
memanas seiring dengan dibomnya Nagasaki dan Hiroshima, sehingga pada 14
Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Seiring dengan itu, terjadi
kekosongan kekuasaan, sehingga situasi tersebut dimanfaatkan oleh para pendiri
bangsa untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, 18 Agustus 1945, PPKI
melaksanakan sidang. Dalam sidang inilah, peristiwa penghapusan tujuh kata
dalam Piagam Jakarta terjadi. Mohammad Hatta adalah salah satu tokoh penting di
balik ide penghapusan tujuh kata tersebut. Alasannya, sejumlah pihak
“keberatan” dengan adanya tujuh kata tersebut sehingga berpotensi terjadi
perpecahan. Diskusi dan lobi-lobi dilakukan kepada sejumlah tokoh yang selama
ini mengusulkan Indonesia berasaskan Islam, seperti Ki Bagus Hadikusumo dan
K.H.A. Wachid Hasjim. Para tokoh Islam itu berbesar hati dan mendahulukan
kepentingan bersama, yakni menjaga keutuhan bangsa. Mereka pun sepakat dengan
penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut.
Sumber PPKn-BS-KLS-X dan PPKn-BG-KLS X-1 SMA/SMK KELAS X,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI Tahun 2021,Hatim Gazali,dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar