Senin, 30 Agustus 2021

Panitia Sembilan dan Mukaddimah Dasar Negara

Pertemuan 2. Selasa tanggal 31 Agustus 2021

 Panitia Sembilan dan Mukaddimah Dasar Negara

Panitia Sembilan dan Mukadimah Dasar Negara Seusai sidang pertama BPUPK, sejumlah anggota BPUPK mengadakan pertemuan untuk membicarakan langkah berikutnya, yang kemudian terbentuk dua panitia kecil. Panitia kesatu beranggotakan delapan orang bertugas untuk mengumpulkan berbagai usulan para anggota untuk kemudian dibahas pada sidang berikutnya. Sementara panitia kedua beranggotakan sembilan orang bertugas menyusun Pembukaan Hukum Dasar

 

Panitia Delapan

Panitia Sembilan

1.Soekarno ( Ketua )

1. Soekarno ( Ketua )

2.Ki Bagus Hadikusumo

2. Moh. Hatta

3.KH.Wachid Hasjim

3. Moh.Yamin

4.Moh.Yamin

4. Maramis

5.Sutardjo

5. KH.Wachid Hasjim

6.Maramis

6. Achmad Subardjo

7.Oto Iskandar Dinata

7. Abi Kusno Tjokrosojoso

8.Moh. Hatta

8. H.Agus Salim

 

9. KH.Abdul Kahar Moedzakir


 Dari kepanitiaan di atas, terdapat 5 orang yang merangkap dalam dua kepanitiaan sekaligus, yaitu Soekarno, Moh. Yamin, KH. Wachid Hasjim, Moh. Hatta, dan Maramis. Panitia delapan berhasil membuat sembilan pokok pikiran yang diusulkan para anggota BPUPK, yaitu:

 a. Usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya;

b. Usulan yang meminta mengenai dasar negara;

 c. Usulan yang meminta mengenai soal uniikasi atau federasi;

 d. Usulan yang meminta mengenai bentuk negara dan kepala negara;

e. Usulan yang meminta mengenai warga negara;

 f. Usulan yang meminta mengenai daerah;

g. Usulan yang meminta mengenai agama dan negara;

 h. Usulan yang meminta mengenai pembelaan;

 i. Usulan yang meminta mengenai keuangan

Sementara itu, Panitia Sembilan mengadakan rapat pada 22 Juni 1945 tentang dasar negara. Diskusi berlangsung alot ketika membahas bagaimana relasi agama dan negara, sebagaimana juga yang tergambar dalam sidang BPUPK. Beberapa anggota BPUPK menghendaki bahwa dasar negara Indonesia harus berlandaskan Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Sementara itu, sebagian kelompok lain menolak menjadikan agama (dalam hal ini Islam) sebagai dasar negara. Bahkan, Moh. Hatta, Soepomo dan Ir. Soekarno mengusulkan pemisahan agama dan negara.

Piagam Jakarta dan Upaya Kompromi Pokok-pokok pikiran yang muncul dalam sidang BPUPK itu kemudian dikaji secara mendalam oleh Panitia Sembilan. Salah satu topik dari sembilan pokok bahasan yang sangat alot pembahasannya adalah soal hubungan agama dan negara. Lobi-lobi di antara anggota Panitia Sembilan dilakukan.

Usulan sejumlah anggota untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara mendapat sanggahan dari anggota lainnya. Dengan mengacu kepada seluruh masukan para anggota BPUPK, terutama pidato Soekarno yang secara gamblang menjelaskan dasar negara, akhirnya disepakatinya rancangan asas atau dasar Indonesia Merdeka, yang diberi nama oleh Soekarno sebagai Mukadimah, Moh. Yamin menyebutnya sebagai Piagam Jakarta. Isinya sebagai berikut:

. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

 3. Persatuan Indonesia;

 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;

 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Hasil keputusan Panitia Sembilan tersebut kemudian dilaporkan ke hadapan seluruh anggota BPUPK pada 22 Juni 1945. Karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, BPUPK dibubarkan pada 7 Agustus 1945. Agenda berikutnya adalah menyiapkan dan mematangkan serta mengesahkan hal-hal penting untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Maka pada 9 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI belum menjalankan tugas, situasi Indonesia semakin memanas seiring dengan dibomnya Nagasaki dan Hiroshima, sehingga pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Seiring dengan itu, terjadi kekosongan kekuasaan, sehingga situasi tersebut dimanfaatkan oleh para pendiri bangsa untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, 18 Agustus 1945, PPKI melaksanakan sidang. Dalam sidang inilah, peristiwa penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta terjadi. Mohammad Hatta adalah salah satu tokoh penting di balik ide penghapusan tujuh kata tersebut. Alasannya, sejumlah pihak “keberatan” dengan adanya tujuh kata tersebut sehingga berpotensi terjadi perpecahan. Diskusi dan lobi-lobi dilakukan kepada sejumlah tokoh yang selama ini mengusulkan Indonesia berasaskan Islam, seperti Ki Bagus Hadikusumo dan K.H.A. Wachid Hasjim. Para tokoh Islam itu berbesar hati dan mendahulukan kepentingan bersama, yakni menjaga keutuhan bangsa. Mereka pun sepakat dengan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut. 

Sumber PPKn-BS-KLS-X dan PPKn-BG-KLS X-1 SMA/SMK KELAS X,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Riset dan Teknologi RI Tahun 2021,Hatim Gazali,dkk

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI

Mapel Pendidikan Pancasila Kelas X TP3,TKR, TSM Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI   Unit  1. Faham Kebangsaan, Nasional...