BAB 26 Peranan Pers di Indonesia
Hakikat Pers Indonesia
A. Pengertian dan Karakteristik Pers
Menurut UU 40/ 1999 tentang Pers, pengertian pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam undang-undang tersebut, pers dapat didefinisikan
dengan dua arti :
a)
sebagai lembaga (pranata) sosial, pers mengemban
harapan-harapan sosial. Harapan sosial yang ditujukan kepada pers ini
ditentukan oleh sistem sosial yang melingkupinya. Dengan kata lain
corak pers sebagai pranata sosial ditentukan oleh sistem sosial yang
menghidupinya
b) sebagai wahana komunikasi massa.
Sedangkan menurut Drs. Taufik, pers merupakan usaha dari alat
komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan penerangan,
hiburan, keinginan untuk mengetahui berita yang telah/akan terjadi di sekitar
mereka khususnya dan dunia umumnya.
Pers memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Periodesitas
b) Publisitas
c) Aktualitas
d) Universalitas
e) Obyektivitas
Apa saja tipologi pers ?
Pers atau media massa dikelompokkan sebagai berikut :
B. Sistem Pers
Menurut tipologi
klasik, sistem pers di dunia ini dibagi dalam 4 sistem pers besar, yaitu:
sistem pers otoritarian, sistem pers libertarian, sistem pers Soviet-Komunis,
dan sistem pers tanggung jawab sosial.. Landasan yang membedakan keempat
sistem tersebut adalah filsafat masing-masing sistem dalam memandang: manusia,
masyarakat, negara, dan kebenaran. Perbedaan filsafat tersebut mengakibatkan
lahirnya perbedaan dalam hal penanganan kebebasan arus informasi.
1. Sistem pers
otoritarian
Paradigma pers otoritarian adalah
paradigma paling tua. Sejarahnya sama panjang dengan sejarah rezim otoritarian
itu sendiri. Pers otoritarian menempatkan media sebagai alat propaganda
pemerintah. Fungsi pers adalah menjustifikasi versi kebenaran negara tentang
berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Pers
boleh mengeluarkan kritik sejauh tak bertentangan dengan kepentingan status
quo. Otoritas perizinan media ada di tangan pemerintah. Izin dapat dicabut
secara sepihak setiap saat, dan sensor pers dilakukan secara ketat.
2. Sistem pers
libertarian
Paradigma liberal adalah antitesa
paradigma otoritarian. Pers tak lagi menjadi alat pemerintah, dan bisa dimiliki
secara pribadi. Namun, hukum industrial membuat kepemilikan media hanya menjadi
otoritas para pemodal besar. Kepentingan pemodal, pertama-tama adalah akumulasi
keuntungan, baru kemudian kritik sosial. Dalam sistem pers liberal, kontrol
terhadap media ada di tangan para pemilik modal di dalam pasar bebas ide-ide
yang kapitalistik.
3. Sistem pers
Soviet-Komunis
Menurut teori ini, media bersifat
integral dengan partai politik dan pemerintah serta tidak diperkenankan adanya
kepemilikan pers secara pribadi. Kaum Soviet-Komunis memandang kebebasan pers
hanya akan memperkuat dominasi kaum borjuasi di atas masyarakat awam.
Sistem pers
Soviet-Komunis dipandang sebagai perwujudan lain dari sistem pers otoritarian
4. Sistem pers
tanggung jawab sosial
Paradigma tanggung jawab sosial
merupakan respons dan pengembangan sekaligus kritik terhadap paradigma pers
liberatarian. Pers tipe ini
diperuntukkan untuk kepentingan publik. Semua masyarakat mempunyai hak dan
kebebasan untuk mengeluarakan pendapat. Prinsip bahwa pers harus dilepaskan
dari intervensi pemerintah, tetap dipertahankan. Bagi paham ini, pers bebas
untuk dimiliki siapa saja. Siapa yang kuat maka dialah yang menguasai
pers.
C. Fungsi Pers
Media
sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif,
dan yudikatif. Melalui media, berbagai peristiwa yang dilaporkan bisa membentuk
dan menyuarakan opini publik. Di negara-negara yang telah menerapkan sistem
demokrasi secara mapan, fungsi tersebut bisa berjalan relatif baik. Untuk
negara yang masih berada dalam transisi demokrasi, peran ideal pers tersebut
masih belum sepenuhnya berjalan. Bahkan pers yang bebas sering dianggap sebagai
suatu permasalahan ketimbang sebuah solusi. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Silahkan diskusikan dengan teman kalian, mengapa pemberitaan pers sering
menimbulkan masalah bagi diri pribadi seseorang, kelompok atau bahkan pemerintah
atau negara ! Apa contohnya ?
Fungsi pers menurut Pasal 3 UU No 40 tahun 1999 :
1) Pers Nasional mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol social;
2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers
nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Dalam kaitannya dengan fungsi pers, sekurang-kurangnya ada lima fungsi yang
harus dilaksanakan dengan baik agar pers dapat menjadi pilar keempat demokrasi.
Fungsi-fungsi tersebut
adalah :
a.
Penyampaian dan penyebaran informasi.
b.
Pendidikan.
c.
Hiburan.
d.
Kontrol social. .
e.
Agenda setting.
D.
P Perkembangan Pers
di Indonesia
1.
Masa
Pra kemerdekaan
Di Indonesia, perkembangan jurnalistik
diawali sejak jaman kolonial Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia
menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah
terbit surat kabar Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji.
Pada tahun 1855, Bromartani surat kabar pertama dengan bahasa Jawa terbit. Pada
masa ini pers belum merefleksikan keadaan masyarakat yang ada dalam kekuasaan
Belanda dan belum ada keterkaitan dengan usaaha-usaha meraih kemerdekaan.
Pada masa Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang, namun pada
akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar
Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Baru pada awal
abad 20 beberapa orang nasionalis (Abdul Rivai dan Tirtoadisuryo)
menyadari kekuatan media untuk melakukan penggalangan kekuatan untuk
kemerdekaan. Sehingga lahirlah Sunda Berita (1903) dan Medan Priyayi (1907).
Sejak itulah konsep tentang identitas Indonesia mulai tumbuh dan mencapai
puncaknya pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sampai periode
tersebut dari 33 surat kabar yang beredar hanya 8 yang menggunakan bahasa
melayu, selebihnya menggunakan bahasa Belanda dan Cina.
2. Masa Pasca kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah
bagi perkembangan jurnalisme. Media informasi sangat berperan pada saat
mengumandangkan pembacaan teks proklamasi oleh proklamator (Ir. Soekarno
dan Bung Hatta) sekaligus menandai kemerdekaan bangsa Indonesia
serta berperan pula dalam hal komunikasi serta pertukaran ide dalam
masa perang kemerdekaan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik
Indonesia sebagai media komunikasi dan Harian Daulat Rakjat yang terbit di
Jogjakarta. Selain itu muncul pula berbagai harian yang terbit di
daerah-daerah, seperti Indonesia Raja di Bandung. Harian ini berperan dalam
mempublikasikan berita berita tentang kemerdekaan dan perjuangannya dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan itu, seta berperan sebagai penyebar
isu-isu atau pemikiran-pemikiran Founding Father Indonesia dalam
mendisain negara Indonesia.
Tahun 1962 mulailah bangsa Indonesia dengan perkembangannya dalam hal
teknologi informasi. Pada tahun ini lahir RRI dan kemudian disusul dengan
lahirnya TVRI. Mulai saat inilah bangsa Indonesia merasa tersatukan
sebagai sebuah bangsa. Apa yang terjadi pada daerah lain akan segera terespon
oleh masyarakat dari daerah lainnya.
Di masa orde baru, nasib pers dapat
dikatakan menyedihkan dan memprihatinkan
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembredelan media
massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh nyata
dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan
dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Orde Baru memainkan politik
hegemoninya melalui model-model pembinaan. Setidaknya, ada dua arah pembinaan
yang dapat kita lihat. Pertama, dalam hal pemberitaan peristiwa atau isu
tertentu dan kedua munculnya SIUPP
(Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Orde Baru sedemikian ketatnya dalam
hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak menghendaki pemerintahan menjadi
terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa. Fungsi pers sebagai
transmisi informasi yang obyektif kurang optimal, karena model kepemimpinan
orde baru cenderung mengekang kebebasan masyarakat.
Perkembangan pers berikutnya ditandai
dengan munculnya kelompok profesional dalam bisnis media, sepeti Kompas, Suara
Indonesia Baru, Berita Buana, Pikiran Rakyat, tabloit Monitor, Hai,
Gadis, dan Mode. Informasi yang disajikanpun sangat beragam, mulai dari
fashion, gaya hidup selebriti, kehidupan manusia dalam dan luar negeri,
musik, film, olehraga, gosip, dll.
Era orde baru juga merupakan era yang
menjadi titik tolak perkembangan televisi dengan dibangunnya televisi-televisi
swasta. Munculnya RCTI, SCTV, TPI , Indosiar dan Anteve terjadi
pada masa ini. Apa yang disiarkan
stasiun televisi di Indonesia bukan hanya seni dan hiburan melainkan pola-pola
kultural bahkan etika masyarakat lain dibelahan bumi lain pula.
Perkembangan
lebih menarik lagi dalam dunia media informasi adalah munculnya media
informasi digital mulai tahun 1990-an. Dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi, media banyak yang melengkapi publikasinya dengan
menerbitkan edisi on-line, seperti Tempo, Republika, Kompas, dll. Dengan media
ini pula bisa dilakukan interaksi dengan masyarakat dengan
cara pengiriman e-mail. Sikap kritisme msyarakat Indonesiapun semakin
terbentuk.
Pada masa
Reformasi, pers sangat dirasakan pengaruhnya bagi warga negara Indonesia.
Pada masa ini pers memainkan peranan penting. Dengan pers dan media informasi
yang didukung oleh kecangggihan teknologi, kita bisa melihat berbagai peristiwa
kehidupan di berbagai belahan dunia, termasuk kegiatan demonstrasi yang
menjurus anarkisme. Jika pemberitaan pers tidak disertai kehati-hatian tentunya
pers dan media bisa juga dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memprovokasi masyarakat.
E. Peranan Pers dalam Masyarakat Demokrasi
Menurut McQuail dalam bukunya Mass Communication
Theories, ada enam perspektif dalam hal melihat peran media.
1) Media massa sebagai window on event
and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak
melihat apa yang sedang terjadi di luar sana,
media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
2) Media masa juga sering dianggap
sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful
reflection. Media merupakan cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat
dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering
merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik,
pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya
demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak
suka.
3) Media massa sebagai filter, atau
gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak.
Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk isi (conten) yang lain
berdasar standar para pengelolanya. Di sini khalayak “dipilihkan” oleh media
tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian .
4) Media massa sebagai guide, penunjuk
jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai
ketidakpastian, atau alternative yang beragam
5) Media massa sebagai forum untuk mempresentasikan
berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan
terjadinya tanggapan dan umpan balik.
6) Media massa sebagai interlocutor, yang
tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner
komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.
Peran media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana
pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan
mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan
konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di media massa akan
mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang
realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari
respon dan sikap khalayak terhadap berbagai obyek sosial. Informasi yang salah
dari media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap obyek
sosial itu. Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat
dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis
dan moral penyajian media massa.
Pers nasional sebagai
wahana komunikasi massa , penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan
asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional. Dalam kaitan ini pers harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari pihak manapun.
Selanjutnya, pers juga diharapkan dapat menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam peraturan-perundangan,
khususnya pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang pers disebutkan bahwa peranan pers
nasional secara rinci adalah :
a)
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b)
Menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak-hak asasi manusia,
dan menghormati kebhinnekaan
c)
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan
informasi yang akurat, tepat, dan benar;
d) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
e)
Memperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
Pers nasional kecuali
berperan informasional, juga harus mampu
berperan melakukan hal-hal yang agung, seperti membangkitkan kesetiakawanan kemanusiaan, memperkaya nilai-nilai peradaban manusia, dan mengantarkan manusia dalam kehidupan
yang lebih bernilai, berkeadilan, dan menjunjung harkat dan martabat manusia
dalam kehidupan yang berbudaya.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar