Kamis, 23 September 2021

Membangun partisipasi dalam pencegahan terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.

 

Membangun partisipasi  dalam pencegahan terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.

Pengingkaran terhadap keawjiban tentu  saja tidak  dapat dibiarkan begitu saja. Pengingkaran  terhadap kewajiban harus segera diatasi. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengingkaran kewajiabn warga negara, yaitu cara preventif dan represif

a.      Cara preventif adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pengingkaran kewajiban sebelum pengingkaran kewajiban itu terjadi. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui proses sosialisasi kewajiban –kewajiban yang harus dilakukan oleh warga negara. Hal inia antara lain dapat dilakukan melalui proses pendidikan, tulisan, spanduk, dan iklan layanan masyarakat .

b.     Cara represif adalah suatu tindakan aktif yang dilaksanakan pihak berwajib pada saat pengingkaran kewajiban terjadi agar pengingkaran kewajiban itu tidak terulang kembali. Contohnya, dengan pemberlakuan denda bagi mereka yang parkir  dijalan umum, tidak pada tempat parkir yang ditentukan.

Penerapan cara preventif dan represif diharapkan mampu mejaga keseimbangan antara pelaksanaan hak dan kewaiban. Keseimbangan yang terjadi akan menciptakan situasi yang harmonis dalam masyarakat. Hal tersebut sangat mendukung tercapainya cita –cita negara Indonesia .

Upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara  yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa didukung oleh sikap dan perilaku warga negaranya yang mencerminkan penegakkan hak dan kewahiban warga negara. Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain. Sikap tersebut dapat anda tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara .

 

Sumber

Buku PPKn SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII Kemendikbud RI 2017 Edisi Revisi 2018

Buku PPKn SMK/MAK Kelas XII Dwi Winarno, Bumi Aksara

Buku PPKn Untuk SMK/MAK Kelas XII, Yuyus Kardiman, dkk, Erlangga

 

 

 

Senin, 20 September 2021

Tantangan Penerapan Pancasila di dunia yang saling terhubung

 Tantangan Penerapan Pancasila di dunia yang saling terhubung

Upaya untuk menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal paling menantang dari materi Pancasila, di era Revolusi Industri 4.0. Tentu saja, tantangan dan peluang mengimplementasikan Pancasila pada 30 tahun yang lalu berbeda dengan hari ini, zaman telah berubah dan tantangan pun ikut berganti. Karena itu, marilah kita mengulas sejumlah tantangan dan peluang penerapan Pancasila pada era kekinian. Untuk lebih memudahkan, pembahasan mengenai topik peluang dan tantangan penerapan Pancasila ini akan diturunkan ke dalam beberapa sub topik berikut.

a. Ber-Pancasila di Era Media Sosial Menurut data We Are Social tahun 2019, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi rakyat Indonesia. Setiap tahunnya pengguna internet terus mengalami peningkatan yang signiikan.

Sejumlah penelitian juga menyebutkan bahwa media sosial menjadi tempat penyebaran hoaks yang sangat masif. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga 5 Mei 2020, mencatat sebanyak 1.401 konten hoaks dan disinformasi terkait Covid-19 yang beredar di masyarakat. Riset Dailysocial.id melaporkan bahwa informasi hoaks paling banyak ditemukan di platform Facebook (82,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%). Sebagian besar responden (44,19%) yang ditelitinya, tidak yakin memiliki kepiawaian dalam mendeteksi berita hoaks. Selain hoaks, media sosial juga digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, pemikiran intoleransi, dan radikalisme. Bahkan, menurut sejumlah lembaga penelitian, penyebarannya sangat masif. Di sisi lain, media sosial juga dapat digunakan untuk menyebarkan gagasan dan program yang baik. Aktivitas mengumpulkan dana melalui media sosial (crowdfunding) untuk tujuan kebaikan, seperti membantu pengobatan orang yang sakit, memperbaiki rumah, dan sebagainya juga banyak dilakukan.. Pendek kata, media sosial bak pisau bermata dua. Satu sisi, ia bisa menjadi alat untuk menebar kebaikan. Namun pada sisi lain, ia juga dapat menjadi alat untuk melakukan pengrusakan sosial. Kata kuncinya adalah bagaimana penggunaan media sosial, khususnya oleh peserta didik, dapat diarahkan kepada kebaikan

b. Borderless Society: Lalu Lintas Manusia, Informasi, dan Ideologi Tantangan lain pada abad ini adalah semakin kaburnya sekat-sekat geograis suatu negara. Masyarakat di suatu wilayah atau negara dapat terkoneksi dengan masyarakat lain di wilayah atau negara yang berbeda. Sekat-sekat geograis tak lagi signiikan akibat masifnya teknologi informasi. Hal ini membawa dua dampak sekaligus: positif dan negatif. Dampak positifnya, masyarakat dapat mempromosikan dan mengkampanyekan ide, gagasan, program dan aktivitas yang baik, serta mengangkat keunikan dan kearifan tradisi mereka ke khalayak global. Dampak negatifnya, segala yang tidak baik atau tidak patut dapat pula dengan mudah ditiru oleh masyarakat di belahan dunia yang berbeda. Pada titik ini, suatu interaksi sosial yang membentuk kepribadian manusia perlu dimaknai secara lebih luas. Interaksi sosial, tidak selalu bermakna interaksi isik: bertemunya satu orang dengan orang lain. Sejauh terkoneksi dengan internet, seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Situasi ini memberikan peluang dan sekaligus tantangan dalam upaya penerapan Pancasila. Peluangnya adalah ide, pemikiran, dan tradisi luhur yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila dapat dengan mudah dipromosikan ke masyarakat dunia. Tantangannya, Pancasila akan dipersandingkan atau bahkan dibandingkan dengan sejumlah ideologi dunia, diuji kemampuannya sebagai ideologi bangsa Indonesia.

c. Pancasila dan Pandemi Tahun 2020 ditandai dengan munculnya virus Covid-19. Ia tak hanya menjangkiti satu negara, melainkan menjadi wabah dunia (pandemi). Penyebaran virus ini sangat cepat dan masif. Sebagai pandemi, tentu penanganan terhadap penyebaran Covid-19 ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu orang, satu kelompok, ataupun satu negara. Penanganannya menuntut komitmen dan kerja sama lintas negara, yang melibatkan seluruh warga dunia. Lalu, bagaimana tantangan dan peluang penerapan Pancasila di era pandemi? Sikap dan tindakan seperti apa yang sebaiknya kita lakukan dalam menghadapi wabah ini? Kita akan mengulasnya dalam subtopik ini?


Unit 4 Proyek Gotong Royong Kewarganegaraan

Tujuan Pembelajaran: Pada unit ini, peserta didik diharapkan dapat menginisiasi kegiatan, menetapkan tujuan, menentukan target bersama, mengidentiikasi kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota kelompok, serta mampu mengidentiikasi hal-hal penting dan berharga yang dapat diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, baik dalam skala kecil maupun besar.

                                                a.Konsep Gotong Royong

Rasa syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa lantaran saat ini kita telah sampai di penghujung bagian terakhir dari buku ini. Pada bagian terakhir ini, kita akan belajar bersama tentang gotong royong. Pernahkah kalian mendengar kata gotong royong? Ataukah kalian pernah ikut gotong royong? Gotong royong merupakan identitas dan kekayaan budaya Indonesia. Ada pepatah menyebutkan “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing”. Pepatah ini bermakna, pekerjaan berat jika dilakukan bersama-sama maka akan terasa ringan. Pepatah ini dapat menggambarkan makna gotong royong. Lalu, apa yang dimaksud gotong royong itu? Mari kita diskusikan bersama-sama! Sebagai makluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia senantiasa membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini menjadi itrah manusia. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerja sama, gotong royong, dan sikap saling membantu untuk menyelesaikan bernagai permasalahan hidup

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata gotong royong bermakna bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu). Kata gotong royong sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu gotong dan royong. Gotong artinya pikul atau angkat. Sedangkan royong artinya bersama-sama. Dengan demikian, secara hariah gotong royong dapat diartikan mengangkat beban secara bersama-sama agar beban menjadi ringan. Koentjaraningrat membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu: gotong royong tolong-menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong-menolong bersifat individual, misalnya menolong tetangga kita yang sedang mengadakan pesta pernikahan, upacara kematian, membangun rumah, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan suatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum, seperti bersih-bersih desa/kampung, memperbaiki jalan, membuat tanggul, dan lain-lain. Koentjaraningrat lebih lanjut membagi jenis-jenis gotong royong yang terdapat pada masyarakat pedesaan menajadi 4 (empat), yaitu: 1) tolong-menolong dalam aktivitas pertanian; 2) tolong-menolong dalam aktivitas sekitar rumah tangga; 3) tolong-menolong dalam aktivitas persiapan pesta dan upacara; 4) tolong-menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematian. Gotong-royong lahir atas dorongan kesadaran dan semangat untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, serentak, dan beramai-ramai, tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan pribadi. Gotong royong harus dilandasi dengan semangat keikhlasan, kerelaan, kebersamaan, toleransi, dan kepercayaan. Gotong-royong merupakan suatu paham yang dinamis, yang menggambarkan usaha bersama, suatu amal, suatu pekerjaan atau suatu karya bersama, suatu perjuangan bantu-membantu. Dalam gotong royong, melekat nilai-nilai Pancasila, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial yang merupakan landasan ilsafat bangsa Indonesia. Konsep gotong royong dapat pula dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat. Hal ini lantaran gotong royong dapat menjadi modal sosial (social capital) untuk mendukung kekuatan institusional pada level komunitas, negara, dan lintas bangsa. Dalam gotong royong termuat makna collective action to struggle, self governing, common goal, dan sovereignty. Secara sosio-kultural, nilai gotong royong merupakan semangat yang dimanifestasikan dalam berbagai perilaku individu yang dilakukan tanpa pamrih guna mengerjakan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan individu atau kolektif tertentu. Bintarto menyatakan bahwa gotong royong merupakan perilaku sosial dan juga tata nilai kehidupan sosial yang ada sejak lama dalam kehidupan di desa-desa Indonesia. Secara sosio-historis, tradisi gotong royong tumbuh subur di pedesaan Indonesia lantaran kehidupan pertanian memerlukan kerja sama yang besar untuk mengolah tanah, menanam, memelihara hingga memetik hasil panen. Bagi bangsa Indonesia, gotong royong tidak hanya bermakna sebagai perilaku, namun berperan pula sebagai nilai-nilai moral. Hal ini mengandung pengertian bahwa gotong royong senantiasa menjadi pedoman perilaku dan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam beragam bentuk.

b.Makna Penting Gotong Royong

Sebagai identitas budaya bangsa Indonesia, tradisi gotong royong yang sarat dengan nilai-nilai luhur harus kita lestarikan. Terlebih lagi Indonesia merupakan negara yang majemuk, baik dari sisi agama, budaya, suku maupun bahasa. Gotong royong dapat merekatkan dan menguatkan solidaritas sosial. Ia melahirkan sikap kebersamaan, saling tolong-menolong, dan menghargai perbedaan. Selain membantu meringankan beban orang lain, dengan gotong royong kita juga dapat mengurangi kesalahpahaman, sehingga dapat mencegah terjadinya berbagai konlik. Gotong royong yang mereleksikan suatu kebersamaan merupakan pedoman untuk menciptakan kehidupan yang jauh dari konlik. Di dalam gotong royong, terkandung nilai-nilai yang dapat meningkatkan rasa kerja sama dan persatuan warga. Oleh karena itu, melestarikan eksistensi tradisi gotong royong di tengah masyarakat sangatlah penting, terutama pada masyarakat yang majemuk. Secara historis, spirit gotong royong berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini, antara lain, dapat kita lihat dalam penyebaran informasi kemerdekaan ke pelosok negeri dan dunia. Pasca Indonesia memproklamasikan kemerdekannya, banyak pemuda datang ke Jalan Menteng 31 yang menjadi tempat berkumpul para aktivis pemuda pada saat itu. Para pemuda tersebut menyebarkan stensilan teks kemerdekaan ke berbagai daerah di Indonesia. Beberapa pemuda tersebut di antaranya adalah M. Zaelani, anggota Barisan Pemuda Gerindo, yang dikirim ke Sumatera. Tercatat juga nama Uteh Riza Yahya, yang menikah dengan Kartika, putri Presiden Soekarno. Kemudian ada pula guru Taman Siswa bernama Sulistio dan Sri. Ada juga aktivis Lembaga Putri, Mariawati Purwo. Mereka menuju ke Sumatera bersama Ahmad Tahir untuk menyebarkan kabar kemerdekaan. Selain itu, tercatat pula nama Masri yang berangkat ke Kalimantan. Beberapa pemuda juga berangkat ke Sulawesi. Mereka pergi ke luar Jawa membawa kabar kemerdekaan dengan menggunakan perahu. Di Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendiri Taman Siswa, berkeliling kampung dengan naik sepeda untuk menyebarkan informasi kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat luas. Spirit gotong royong terus ditanamkan dan dipraktikkan oleh para tokoh bangsa lintas agama dan etnis, baik dari kalangan sipil maupun dari kalangan militer, selama revolusi kemerdekaan di Yogyakarta. Di kota bersejarah ini, berkumpul tokoh-tokoh bangsa dari beragam latar agama, etnis, dan pandangan politik. Dari sisi etnis, terdapat nama Soekarno, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Soedirman, Ki Hadjar Dewantara, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Sukiman Wirjosandjojo, Wahid Hasjim, dan I.J. Kasimo yang berlatar belakang suku Jawa. Tercatat pula Ali sadikin, Ibrahim Adji, dan M. Enoch yang berlatar belakang Sunda. Ada pula Mohammad Hatta, Agoes Salim, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin, dan Muhammad Natsir yang berlatar belakang Suku Minang. Ada juga Simatupang dan Nasution dari Tapanuli. Ada Kawilarang dan A.A. Maramis dari Manado. Terdapat juga nama Muhammad Yusuf dari Makassar, Mr. Assaat dan Teuku M. Hassan dari Aceh. A.R. Baswedan yang keturunan Arab, dan lain-lain. Semangat gotong royong dengan mengesampingkan perbedaan begitu terasa di Yogyakarta. Realitas ini, antara lain, dapat dilihat dari perjumpaan antara tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti K.H. Wahid Hasjim, tokoh Persatuan Islam seperti Muhammad Natsir, tokoh Ahmadiyah seperti Sayyid Shah Muhammad Al-jaeni, tokoh Katolik seperti I.J. Kasimo, dan sebagainya.

                                      Contoh Praktik Gotong Royong

Kalian tentu tahu bahwa Indonesia dikenal dunia karena masyarakat Indonesia memiliki sikap ramah, kekeluargaan, dan budaya gotong royong. Sejak lama, budaya gotong royong mengakar di bumi Indonesia. Sartono Kartodirjo menyebutkan bahwa gotong royong merupakan budaya yang telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi gotong royong bahkan menjadi penanda dan identitas budaya bangsa Indonesia. Budaya gotong royong di Indonesia dapat dilihat dalam berbagai macam bentuk dan istilah yang berbeda, sesuai dengan daerah masing-masing. Misalnya di Jawa, dikenal dengan istilah sambatan. Sambatan merupakan tradisi untuk meminta pertolongan kepada warga masyarakat untuk membantu keluarga yang sedang membutuhkan bantuan, seperti membangun dan memperbaiki rumah, membantu hajatan perkawinan, upacara kematian, dan kepentingan-kepentingan lain yang membutuhkan bantuan orang banyak. Uniknya, tanpa diminta untuk membantu, masyarakat akan nyengkuyung (bekerja bersama-sama membantu tetangganya yang memiliki hajat). Mereka tidak berharap mendapatkan keuntungan material atau berpikir untung-rugi. Mereka memiliki prinsip “loss sathak, bathi sanak” yang artinya “lebih baik kehilangan materi daripada kehilangan saudara”. Di Toraja, Sulawesi Selatan, tradisi gotong royong disebut dengan arisan tenaga, yaitu kegiatan semacam kerja bakti bergilir untuk menggarap sawah atau ladang milik warga lain. Suku Dayak di Kalimantan juga melakukan tradisi yang kurang lebih sama yang disebut dengan tradisi sa’aleant. Karena konsep gotong royong mengandung makna bekerja sama secara nyata, maka sudah semestinya kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar untuk didiskusikan. Lantas, bagaimana cara mempraktikkan gotong royong? Ada banyak cara yang dapat kalian lakukan. Kalian dapat memulainya dengan melakukan hal-hal sederhana yang ada di sekitar kalian, seperti membantu hajatan tetangga, gotong royong mengatasi masalah lingkungan hidup, gotong royong menyantuni orang miskin dan anak-anak yatim, gotong royong membersihkan kelas, dan sebagainya. Ingat bahwa gotong royong tidak hanya sebatas pada kegiatan bersama yang bersifat isik saja, tetapi dapat berupa kerja bersama non-isik, seperti mencari solusi bersama atas sebuah persoalan, memberikan gagasan/ide, memberikan bantuan, dan lain-lain

 

Sumber BGPPKn X ,BSPKKn X,Kementerian Pendidikan dan Riset 

Senin, 13 September 2021

Penerapan Sila –sila Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa ( Bagian 2 )


        Penerapan Sila –sila Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa  ( Bagian 2 )

a.       Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam konteks kehidupan berbangsa, sila pertama ini mereleksikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ia dapat melaksanakan ajaran-ajaran agamanya secara nyaman dan seksama tanpa menga- Bagian 1 | Pancasila 31 lami gangguan. Namun faktanya, tidak semua manusia Indonesia yang berketuhanan ini dapat melaksanakan ajaran dan tata cara keagamaan dengan nyaman dan seksama. Masih sering terjadi sejumlah persoalan terkait dengan kebebasan pelaksanaan ajaran agama, seperti soal intoleransi terhadap keyakinan yang berbeda yang terjadi di kalangan masyarakat.

b.       Kemanusiaan yang adil dan beradab.

 Sila kedua ini memberikan pengertian bahwa setiap bangsa Indonesia dijunjung tinggi, diakui, dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sebagai warga negara, setiap manusia Indonesia memiliki derajat yang sama, hak dan kewajiban yang sama. Sehingga segala tindakan yang melanggar “kemanusian” seperti perundungan (bullying), diskriminasi, dan kekerasan antar-sesama tidak dapat dibenarkan. Sila ini juga secara eksplisit menyebut kata “adil dan beradab” yang berarti bahwa perlakuan terhadap sesama manusia harus adil dan sesuai dengan moral-etis dan adab yang berlaku. Sayangnya, kehidupan berbangsa kita tidak sepenuhnya dapat menerapkan hal ini. Masih banyak terjadi tindakantindakan yang tidak menghargai harkat dan martabat manusia, seperti perundungan, diskriminasi, ujaran kebencian, bahkan kekerasan terhadap peserta didik dan guru.

c.       Persatuan Indonesia

 Sila ketiga ini memberikan syarat mutlak kepada setiap bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi persatuan. Persatuan di sini bukan bermakna terjadinya penyeragaman dari keragaman yang ada. Melalui sila ini setiap bangsa Indonesia yang beragam ini diminta untuk bersatu padu, kompak tanpa perpecahan untuk bersama-sama memajukan bangsa dan negara Indonesia. Faktanya, kita masih kerap menjumpai pendapat dan berita yang seringkali mengajak untuk saling menghasut dan memusuhi, lebih peduli terhadap bangsa lain tetapi acuh terhadap apa yang terjadi pada bangsa dan negara Indonesia. Lebih parahnya, gerakan separatis yang hendak memisahkan diri dari Indonesia masih tetap eksis sampai saat ini.

d.       Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 

      Dalam konteks berbangsa, sila ini menegaskan bahwa segala keputusan di lingkungan masyarakat harus dilakukan dengan penuh hikmat kebijaksanaan melalui mekanisme musyawarah. Karena itulah, untuk melaksanakan kegiatan/program bersama di masyarakat harus ditempuh dengan cara musyawarah. Prinsip musyawarah ini menyadarkan kita bahwa setiap bangsa Indonesia memiliki hak, kedudukan, dan kewajiban yang setara. Dengan demikian, tidak boleh ada seseorang atau kelompok yang merasa paling berhak dan paling benar. Faktanya, kita masih sering menjumpai sejumlah praktik kehidupan di masyarakat yang tak sepenuhnya mengedepankan musyawarah, seperti tidak menghargai pendapat yang berbeda, serta anti kritik

e.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Keadilan adalah nilai universal yang harus dipraktikkan oleh setiap bangsa Indonesia. Keadilan di sini tidak hanya terkait dengan keadilan hukum. Dalam konteks kehidupan berbangsa, keadilan dapat bermakna bahwa setiap bangsa Indonesia berada dalam posisi yang setara baik terkait dengan harkat, martabat, hak dan kewajibannya. Karena itu, merendahkan orang lain karena, misalnya, status sosial, jenis kelamin, agama, atau budaya adalah bentuk dari ketidakadilan. Untuk bersikap adil harus dimulai dari cara pikir yang adil. Sayangnya, ada banyak ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita. Sekedar contoh, perempuan mendapatkan perlakukan tidak adil karena keperempuanannya, tidak mendapatkan hak belajar yang setara dengan laki-laki, dipaksa nikah muda. Dan masih banyak contoh lain dari ketidakadilan ini dalam kehidupan masyarakat.

 

Setelah membaca artikel di atas, saatnya mencermati situasi sekitar kalian. Temukan hal-hal yang menjadi tantangan dan peluang pengimplementasian Pancasila. Selanjutnya, kalian diminta untuk membuat komik/gambar ilustrasi yang menyampaikan peluang penerapan Pancasila dalam kehidupan berbangsa. Kalian dapat melakukannya secara manual atau menggunakan aplikasi digital seperti corel draw, photoshop, sparkle maupun secara online seperti canva.

Agar lebih memahami penerapan Pancasila dalam konteks kehidupan berbangsa, kalian diminta membuat jurnal harian yang berkaitan dengan pengamalan Pancasila yang dilakukan di sekitar kalian selama 7 hari

Lihat contoh berikut :

Hari / Tanggal

Senin 13 September 2021

Waktu

Pagi hari

Tempat

Di rumah

Sila

Kerakyatan yang dipimpin oleh himat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

Deskripsi Kegiatan

Ibu meminta pendapatku dan adiku untuk menu masakan pada hari itu

 

Hari ke satu

Hari /Tanggal

 

Waktu

 

Tempat

 

Sila

 

Deskripsi Kegiatan

 

 

Hari kedua

Hari /Tanggal

 

Waktu

 

Tempat

 

Sila

 

Deskripsi Kegiatan

 

 

Sumber PPKn-BS-KLS-X dan PPKn-BG-KLS X-1 SMA/SMK KELAS X,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Riset dan Teknologi RI Tahun 2021,Hatim Gazali,dkk

  TUGAS PERTEMUAN 4 TANGGAL 14 SEPTEMBER 2021 

  PENILAIAN HARIAN 



Senin, 06 September 2021

Penerapan Pancasila dalam Konteks Berbangsa ( Bagian 1)

 Pertemuan 3 Tanggal 7 September 2021


Penerapan Pancasila dalam Konteks Berbangsa  ( Bagian 1)


                    Sebelum memulai pembahasan lebih jauh, mari menilai diri kita sendiri.

                                              “Seberapa Pancasilakah kamu?” …………………………

Coba kalian bayangkan, apa alasan kalian mengisi angka persentase tersebut?

 Sikap dan tindakan seperti apa yang kalian lakukan sehingga kalian menilai diri kalian mendapatkan angka tersebut?

 Kita sering kebingungan ketika diminta untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila. Padahal, sebagaimana kata Soekarno, Pancasila bukan sesuatu yang asing bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya, Pancasila digali dari nilai dan tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pancasila bukan sekedar dihafalkan. Logo Pancasila tidak cukup hanya dicantumkan di surat-surat resmi kenegaraan, atau buku-buku. Lambang Garuda tidak cukup hanya dipajang di kelas. Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, ketika melakukan refleksi apakah kalian menerapkan nilai-nilai Pancasila, maka pertama-tama kalian perlu memahami isi diri masing-masing sila tersebut. Beberapa pertanyaan kunci yang dapat kalian refleksikan terkait dengan penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya, sejumlah pertanyaan lain dapat dikembangkan sesuai dengan makna dari masing-masing sila tersebut


Sila 1

1.Apakah kalian telah menjalankan perintah agama/kepercayaan dan menjauhi larangan agama/kepercayaan?

 Perintah dan larangan di sini tidak hanya terkait dengan aspek ibadah atau ritual, melainkan juga perintah dan larangan dalam kehidupan sosial-bermasyarakat.

2. Apakah kalian dapat menghormati dan dapat bekerja sama dengan kelompok agama/kepercayaan yang berbeda?

3. Apakah kalian dapat membantu teman kalian yang berbeda agama/kepercayaan dalam melaksanakan ibadah secara nyaman?

 4. Apa peran yang dapat kalian berikan untuk menciptakan kerukunan antaragama/kepercayaan?

 

Sila 2

1. Apakah kalian dapat menempatkan bahwa setiap manusia, apapun latar belakang dan identitasnya, dalam posisi setara?

 2. Apa yang telah dan akan kalian lakukan jika salah satu dari teman, tetangga kalian atau bahkan orang asing mengalami kesulitan?

3. Apakah kalian dapat menjalankan norma sosial-budaya yang berlaku di sekitar kalian?

4. Apa kira-kira yang dapat kalian berikan jika salah satu/kelompok manusia di negara lain mengalami kesulitan ?

 

Sila 3

1. Sebagai peserta didik, kontribusi apa yang dapat kalian berikan untuk menjaga persatuan di tengah kemajemukan bangsa?

2. Apa yang bisa kalian lakukan untuk menjaga keutuhan negara?

3. Apakah kalian dapat menempatkan produk dalam negeri sebagai prioritas ketimbang produk luar negeri?

 4. Apa yang dapat kalian lakukan jika salah satu dari teman kalian terlibat tawuran dan permusuhan?

 5. Apa yang bisa kalian lakukan untuk menciptakan ketertiban dunia?

 

Sila 4

1.Apakah kalian pernah memberikan usul, pemikiran, dan saran dalam suatu kegiatan musyawarah?

2. Apakah yang akan kalian lakukan jika usulan/ide kalian tidak diterima dalam suatu kegiatan musyawarah?

 3. Apa yang akan kalian lakukan jika keputusan musyawarah tidak sesuai dengan apa yang menjadi kehendak kalian?

 4. Apa yang akan kalian lakukan jika kalian menjumpai orang atau sekelompok orang yang tidak mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara?

 

Sila 5

1. Bagaimana cara kalian agar hak dan kewajiban kalian, baik sebagai peserta didik, anggota keluarga ataupun generasi masa depan bangsa, dapat dilaksanakan?

 2. Apakah kalian dapat memberikan hukuman/sanksi yang setimpal, baik kepada teman dekat maupun kepada orang yang tidak dikenal?

 3. Apa yang dapat kalian lakukan untuk membantu teman kalian yang secara ekonomi lebih rendah dari kalian?

 4. Jika kalian laki-laki, apakah kalian dapat bersikap adil kepada rekan kalian yang berjenis kelamin perempuan? Sebaliknya, jika kalian perempuan, apakah kalian dapat bersikap adil terhadap rekan kalian yang berjenis kelamin laki-laki?

 

 

 

 

 

 

Setelah melakukan releksi diri tentang bagaimana penerapan Pancasila dalam diri kalian, saatnya kita mencermati situasi sekitar kalian, berpikir kritis, dan merefleksikan bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Kalian dapat menyebutkan contoh kegiatan sehari-hari yang merupakan implementasi Pancasila dan yang bukan

 

Sumber PPKn-BS-KLS-X dan PPKn-BG-KLS X-1 SMA/SMK KELAS X,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Riset dan Teknologi RI Tahun 2021,Hatim Gazali,dkk

Tugas Pertemuan 3 Selasa 7 September 2021  

Tugas ditulis dengan tulisan tangan difoto kirim lewat EMAIL diartiyulis@gmail.com) atau WA ( No minta wali kelas masing -masing) , atau dibawa pada saat luring dikumpul ke ruang guru 

Tulis Identitas 

Mapel PPKn

Nama : 

Kelas :

Batas Terakhir  pengiriman tugas hari Jum'at pukul 07.00

 Implementasi /penerapan nilai –nilai Pancasila

Contoh Kegiatan sehari –hari yang merupakan implementasi /penerapan nilai –nilai Pancasila

Sila ke satu

              Dalam lingkungan keluarga:

1.

2.

      Dalam lingkungan masyarakat

1.

2.

       Dalam lingkungan sekolah

1.

2.

Sila kedua

         Dalam lingkungan keluarga:

1.

2.

        Dalam lingkungan masyarakat

1.

2.

        Dalam lingkungan sekolah

1.

               2.

Sila ketiga

        Dalam lingkungan keluarga:

1.

2.

        Dalam lingkungan masyarakat

1.

2.

         Dalam lingkungan sekolah

1.

2.

Sila keempat

         Dalam lingkungan keluarga:

1.

2.

        Dalam lingkungan masyarakat

1.

2.

         Dalam lingkungan sekolah

1.

               2

Kelima

        Dalam lingkungan keluarga:

1.

2.

        Dalam lingkungan masyarakat

1.

2.

         Dalam lingkungan sekolah

1.

 2.

 

           

Kamis, 02 September 2021

Membangun partisipasi dalam pencegahan terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.

 

Membangun partisipasi  dalam pencegahan terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.

Pengingkaran terhadap keawjiban tentu  saja tidak  dapat dibiarkan begitu saja. Pengingkaran  terhadap kewajiban harus segera diatasi. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengingkaran kewajiabn warga negara, yaitu cara preventif dan represif

a.      Cara preventif adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pengingkaran kewajiban sebelum pengingkaran kewajiban itu terjadi. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui proses sosialisasi kewajiban –kewajiban yang harus dilakukan oleh warga negara. Hal inia antara lain dapat dilakukan melalui proses pendidikan, tulisan, spanduk, dan iklan layanan masyarakat .

b.     Cara represif adalah suatu tindakan aktif yang dilaksanakan pihak berwajib pada saat pengingkaran kewajiban terjadi agar pengingkaran kewajiban itu tidak terulang kembali. Contohnya, dengan pemberlakuan denda bagi mereka yang parkir  dijalan umum, tidak pada tempat parkir yang ditentukan.

Penerapan cara preventif dan represif diharapkan mampu mejaga keseimbangan antara pelaksanaan hak dan kewaiban. Keseimbangan yang terjadi akan menciptakan situasi yang harmonis dalam masyarakat. Hal tersebut sangat mendukung tercapainya cita –cita negara Indonesia .

Upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara  yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa didukung oleh sikap dan perilaku warga negaranya yang mencerminkan penegakkan hak dan kewahiban warga negara. Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain. Sikap tersebut dapat anda tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara .

 

Sumber

Buku PPKn SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII Kemendikbud RI 2017 Edisi Revisi 2018

Buku PPKn SMK/MAK Kelas XII Dwi Winarno, Bumi Aksara

Buku PPKn Untuk SMK/MAK Kelas XII, Yuyus Kardiman, dkk, Erlangga

 

 

 

Kasus Pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara

 

Kasus Pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara

Hak warga negara Indonesia dijamin oleh negara. Hal tersebut sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945. Dalam konsepnya, hal tersebut dilakukan untuk mendorong terciptanya suatu masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Namun dalam praktiknya, masih banyak hak warga negara yang belum dapat diwujudkan dengan baik.Contohnya, hak warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak.  Hal tersebut masih sebatas pada konsep saja. Kenyataannya, masih banyak rakyat Indonesia yang hidupnya kurang mampu atau dibawah garis kemiskinan. Namun, pemerintah terus berupaya menekan angka kemiskinan sehingga hak tersebut sungguh dapat diwujudkan. Anda tentunya pernah melihat para anak jalanan sedang mengamen di perempatan jalan raya, atau juga sedang mengemis meminta sumbangan. Nah, anak jalanan dan pengemis merupakan salah satu golongan warga negara yang kurang beruntung, karena tidak bisa mendapatkan haknya secara utuh. Kondisi yang mereka alami salah satunya disebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak mereka sebagai warga negara, missal pelanggaran terhadap hak mereka untuk mendapatkan pendidikan sehingga mereka menjadi putus sekolah dan akibatnya mereka menjadi anak jalanan

Seperti yang kita ketahui, hingga saat ini, masih banyak perilaku yang dianggap pelanggaran terhadap hak warga negara, baik yang dilakukan oleh negara maupun warga negara lainnya. Contohnya korupsi, pemberianupah buruh yang rendah, dan penganiayaan.

Selain itu, dalam praktiknya , hak cenderung lebih diutamakan  dari pada kewajiban asasi warga negara. Adapun jika terdapat tuntutan yang berlebihan atau tanpa batas terhadap hak-hak asasi seseorang atau kelompok tertentu, orang lain yang memiliki hak yang sama dapat dirugikan. Untuk meminimalkan hal tersebut, tiap warga negara hendaknya juga menyadari pentingnya  pelaksanaan kewajiban asasi. Jika tidak disadari dan dilakukan, dapat menjadi salah satu penyebab  pelanggaran terhadap  hak asasi manusia.

Pada dasarnya, hak dan kewajiban merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Jika ada hak asasi manusia ( HAM ), pasti ada kewajiban. Jika seseorang atau aparat negara melakukan pelanggaran HAM, sebenarnya, ia  telah melalaikan kewajiban asasinya. Sebaliknya jika sesorang /kelompok  orang atau aparat  negara melaksanakan  kewajibannya, berarti ia telah memberikan hak kepada warga negara yang memang berhak.

Menurrut UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka Umum, kemerdekaan menyampiakan pendapat di muka umum  merupakan hak dari seorang warga negara. Namun dalam penggunaannya, hak tersebut senantiasa disertai kewajiban yang perlu  diperhatikan. Maksudnya adalah sesorang  atau kelompok yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum, seperti dengan berunjuk rasa atau demonstrasi, dalam undang –undang tersebut, diwajibkan untuk memberi tahu kepada pihak keamanan( polisi ) paling lambat tiga hari sebelum hak tersebut digunakan. Tujuannya adalah untuk menghormati hak orang lain sehingga tidak mengganngu  kepentingan orang banyak.

Namun demikian dalam praktiknya, masih  ada pengunjuk rasa atau demonstran yang tidak meminta ijin pihak kepolisian ataupun tidak menegindahkan hak orang lain. Akibatnya adalah sering terjadi pelanggaran hak orang lain, seperti menyebabakna kemacetan. Untuk itu, marilah kita laksanakan sesuatu  yang menjadi hak dan kewajiban kita secara seimbang dan adil agar sesuatu yang  kita dambakan  bersama dapat terwujud dengan baik.

A.   Kasus Pelanggaran terhadap hak warga negara bisa kita lihat dari kondisi yang saat ini terjadi misalnya sebagai berikut

1.     Proses penegakkan hokum masih beluam optimal dilakukan, misalnya masih terjadi kasus salah tangkap, perbedaan perlakuan oknum aparat penegak hukumm terhadap para pelanggar hokum dengan dasar kekayaan atau jabatan masih terjadi, dan sebagainya. Hal ini merupakan bukti bahwa amanat Pasal 27 aya (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan “ segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum  dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” belum sepenuhnya di lakukan

2.     Saat ini, tingkat kemiskinan dan angka pengangguran dinegara kita masih cukup tinggi, padahal Pasal 27 ayat ( 2) UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “ tiap - tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak  bagi kemanusiaan”

3.     Makin merebaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan, kekerasan  dalam rumah tangga, dan sebagainya. Padahal, Pasal 28A-28J UUD NRI Tahun 1945 menjamin hak asasi manusia.

4.     Masih terjadinya tindak kekerasan mengatasnamakan agama, misalnya penyerangan tempat peribadatan, padahal Pasal  29 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa “ negara menjamin kemerdekaan tiap –tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing –masing dan beribadat menurut agamannya dan kepercyaannya itu”

5.     Angka putus sekolah yang cukup tinggi mengindikasikan belum terlaksana sepenuhnya amanat Pasal 31 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “ setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

6.     Pelanggaran hak cipta, misalnya peredaran VCD /DVD bajakan, perilaku plagiat dalam membuat sebuah karya dan sebagainya .

Contoh kasus pelanggaran HAM

a.      Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang Pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jawa Timur ( 1994)

b.     Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari Harian Umum Bernas ( 1996), Yogyakarta

c.      Peristiwa Aceh( 1990), diduga terjadi karena unsur politis

d.     Peristiwa penculikan Para Aktivis Politik ( 1998)

 

e.      Peristiwa kekerasan di Timor-Timur Pasca jajak pendapat ( 1999)

f.       Kasus Ambon

g.     Kasus Poso

h.     Kasus Dayak dan Madura (2000)

i.       Kasus TKI Malaysia ( 2002)

j.       Kasus Bom Bali

k.     Peristiwa TRisakti dan Semanggi

l.       Kasus Tanjung priok ( 1984), berawal dari masalah SARA dan  unsur politik

 

B.    Kasus Pelanggaran hak asasi manusia lainnya

1.     Contoh kasus pelanggaran HAM di lingkungan keluarga, antara lain :

a.      Orang  tua memaksakan keinginannya kepada anknya

b.     Orang  tua menganiaya anaknya

c.      Anak melawan / menganiaya orang tua atau saudaranya

d.     Majikan memperlakukan asisten rumah tangganya sewenang –wenang  dan tidak mempedulikan haknya

2.     Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah, antara lain;

a.      Oknum guru melakukan kekerasan fisik kepada siswanya

b.     Oknum siswa senior melakukan tindakan kekerasan fisik dan mental kepada juniornya

c.      Siswa memalak atau menganiaya siswa lain

d.     Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari seklah lain

3.     Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain:

a.      Pertikaian antar kelompok / antar geng, antar suku ( konflik social ) , dan antar daerah

b.     Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang yang dituduh mencuri, dll

c.      Penculikan bayi/ anak, kemudain minta tebusan atau dijual kepada  orang lain

d.     Pembunuhan

e.      Merusak sarana / fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan keputusan pemerintah

C.    Kasus Pengingkaran Kewajiban warga negara

1.     Melakukan pelanggaran hokum.

Contoh :

a.      Melakukan pelanggaran tata tertib lalu lintas

b.     Melakukan pelanggaran undang undang hak cipta

2.     Pengingkaran kewajiban untuk membela negara

Contoh:

a.      Terlibat dalam perilaku tawuran

b.     Terlibat dalam perilaku merusak fasilitas umum

3.     Pengingkaran kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain terlibat dalam perilaku

Contoh;

Melakukan perundungan ( bullying). Perundungan adalah terjadinya penyalahgunaan  kekuatan/kekuasaan, baik fisik mauun mental  yang di lukukan oleh seseorang / sekelompok sehingga korabn merasa terintimidasi. Sang korban perundungan tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik mental

4.     Pengingkaran kewajiban untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara antara lain

a.      Tidak membayar pajak pada waktunya

b.     Tidak mengikuti aturan sekolah

c.      Melakukan aksi terorisme

d.     Melakukan kekerasan yang berbasis SARA

e.      Merusak fasilitas negara

f.       Pengingkaran kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar antara lain Tindakan membolos sekolah

g.     Tidak berpartisipasi dalam usaha  pertananan dan keamanan negara, misalnya mangkir dari kegiatan siskamling

h.     Membuang sampah sembarangan

i.       Melanggar aturan berlalu lintas

Pengingkaran kewajiban tersebut apabila tidak segera diatasi akan berakibat pada proses pembangunan yang tidak lancar. Selain itu pengingkaran kewajiban terhadap kewajiban akan berakibat secara langsung terhadap pemenuhan hak warga negara .

 

Sumber

Buku PPKn SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII Kemendikbud RI 2017 Edisi Revisi 2018

Buku PPKn SMK/MAK Kelas XII Dwi Winarno, Bumi Aksara

Buku PPKn Untuk SMK/MAK Kelas XII, Yuyus Kardiman, dkk, Erlangga

 


Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI

Mapel Pendidikan Pancasila Kelas X TP3,TKR, TSM Materi ke IV Negara Kesatuan Republik Indonesia / NKRI   Unit  1. Faham Kebangsaan, Nasional...