Ide-Ide Pendiri Bangsa tentang Negara Merdeka
Perjuangan bangsa
Indonesia untuk keluar dari penjajahan melewati fase panjang. Dalam catatan
sejarah disebutkan bahwa kekalahan Belanda atas Jepang dalam perang Asia Timur
Raya menyebabkan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan Belanda menuju ke
penjajahan Jepang. Jepang dapat menguasai wilayah Indonesia setelah Belanda
menyerah di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Jepang menggunakan
sejumlah semboyan, seperti “Jepang Pelindung Asia”, “Jepang Cahaya Asia”,
“Jepang Saudara Tua”, untuk menarik simpati bangsa Indonesia.
Namun, kemenangan Jepang ini tidak bertahan lama, karena
pihak Sekutu (Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda) melakukan serangan balasan
kepada Jepang untuk merebut kembali Indonesia. Sekutu berhasil menguasai sejumlah
daerah. Mencermati situasi yang semakin terdesak tersebut, pada peringatan
Pembangunan Djawa Baroe pada 1 Maret 1945, Jepang mengumumkan rencananya untuk
membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan/BPUPK). Jepang pun mewujudkan janjinya dengan membentuk Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK)
pada 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, atas izin
Panglima Letnan Jenderal Kumakichi Harada. Di dalam BPUPK, terdapat dua badan;
1) Badan Perundingan atau Badan Persidangan, 2) Kantor Tata Usaha atau
sekretariat. Badan Perundingan diisi oleh seorang kaico (ketua), dua orang fuku
kaico (ketua muda atau wakil ketua) dan 62 orang iin atau anggota. Termasuk
juga dalam BPUPK ini adalah 7 orang Jepang berstatus sebagai pengurus istimewa
yang bertugas mengawasi. BPUPK sendiri diketuai oleh KRT Radjiman
Wedyodiningrat dengan Wakil Ketua Ichibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso.
BPUPK ini
melaksanakan 2 kali sidang;
1) 29 Mei-1 Juni 1945
membahas tentang Dasar Negara,
2) 10-17 Juli 1945
membahas tentang Rancangan Undang-Undang Dasar. Berdasarkan sejumlah naskah,
ada sejumlah tokoh yang turut menyampaikan pidato pada sidang pertama BPUPK, 29
Mei-1 Juni 1945. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada sidang pertama BPUPK
selama empat hari, terdapat 32 anggota BPUPK yang menyampaikan pidato, yaitu:
11 orang pada 29 Mei, 10 orang pada 30 Mei, 6 orang pada 31 Mei, serta 5 orang
pada 1 Juni 1945.
Disebut BPUPK, bukan BPUPKI, karena; Pertama, dalam bahasa Jepang
badan ini bernama (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) yang berarti Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan. Kedua, pada saat itu belum ada kesepakatan
soal nama negara yang akan merdeka tersebut, sekalipun nama Indonesia sudah
sangat familiar seiring pertama kali digunakan oleh Earl, Logan, James
Bastian, Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan para pendiri bangsa lainnya
|
PERSIAPAN KEMERDEKAAN
Janji Jepang
Dalam acara peringatan Pembangunan Djawa Barow Jepang
berjanji membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosaka ( 01 April 1945)
Pembentukan
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dibentuk bersamaan dengan hari
ulang tahun Kaisar Hirohito( 29 April 1945)
Sidang Pertama
Sidang pertama BPUPK untuk membahas dasar negara Merdeka (
29 Mei – 1 Juni 1945)
Koleksi Pringgodigdo menyebutkan beberapa nama yang
berpidato pada 29 Mei 1945, yaitu: Margono, Sosrodiningrat, Soemitro,
Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerjo, Soesanto, Soedirman, Dasaad, Rooseno,
dan Aris. Sementara itu, pada 30 Mei 1945, ada sembilan tokoh yang berpidato
pada sidang BPUPK, yaitu: M. Hatta, H. Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro,
Soerachman, Soewandi, A. Rachim, Soekiman, dan Soetardjo. Adapun pada sidang
BPUPK tanggal 31 Mei 1945, ada empat belas tokoh yang menyampaikan pidato,
yaitu: Soepomo, Abdul Kadir, Hendromartono, Mohammad Yamin, Sanoesi, Liem Koen
Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Koesoema Atmaja, Oei
Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Boentaran. Sementara pada tanggal 1 Juni,
anggota BPUPK yang menyampaikan pidato di antaranya Baswedan, Mudzakkir, Otto
Iskandardinata, dan Soekarno. Sekurang-kurangnya terdapat tiga pokok bahasan
dalam sidang BPUPK berkenaan dengan dasar negara, yaitu: 1), apakah Indonesia
akan dijadikan sebagai negara kesatuan atau negara federal (bondstaat) atau
negara perserikatan (statenbond), 2), masalah hubungan agama dan negara, dan
3), apakah negara akan menjadi republik atau kerajaan.
Selain mendiskusikanz secara lisan (pidato), para anggota BPUPK
juga diminta memberikan usulan secara tertulis untuk kemudian diserahkan ke
sekretariat atau Kantor Tata Usaha. Untuk menampung berbagai usulan pemikiran
para pendiri bangsa, dibentuklah panitia kecil yang berjumlah delapan orang.
Gambar 1.1 Suasana sidang BPUPK, Jakarta, 29 Mei 1945,Sumber
ANRI BPUPK
Sidang Kedua
Sidang kedua membahas tentang Rancangan Undang-Undang Dasar(
10-17 Juli 1945)
Hiroshima
Hiroshima dibom menjadikan Jepang semakin terdesak, para
pendiri bangsa semakin mendesak kemerdekaan, sehingga PPKI dibentuk ( 06
Agustus 1945)
Sebelum membaca pemikiran para pendiri bangsa tentang negara merdeka,
ada beberapa informasi penting yang perlu diketahui: ; Pada umumya, kita
mengetahui bahwa terdapat 3 tokoh yang menyampaikan pidato pada sidang
pertama (29 Mei-1 Juni 1945), yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Namun, tahukah kamu bahwa tokoh lain juga berpidato, seperti Sumitro,
Margono, Sanusi, Sosrodiningrat, Wiranatakusuma, dan lain sebagainya. Hal
tersebut karena anggota BPUPK ditugaskan untuk membahas dasar negara, bukan
sekedar menjadi pendengar pasif. ; Dokumen otentik tentang jalannya
persidangan BPUPK sempat dinyatakan hilang. Sebelumnya, yang menjadi rujukan
utama adalah Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 karya Mohammad Yamin.
; Ada dua dokumen penting terkait dengan dokumentasi sidang BPUPK. Pertama,
dokumen Mr. AG Pringgodigdo adalah arsip berupa notula tulisan tangan dan
catatan stenograi yang dikerjakan oleh staf kemudian diserahkan kepada Mr. AG
Pringgodigdo yang menjabat sebagai Wakil Kepala Kantor Tata Usaha BPUPK yang
bertugas mendokumentasikan jalannya sidang. Kedua, dokumen Mr. AK
Pringgodigdo adalah catatan dari Mr. AK Pringgodigdo selaku pegawai tinggi
Gunseikan (Panglima Tentara Militer Jepang), yang hadir dalam sidang BPUPK
dan PPKI guna membuat dokumentasi untuk selanjutnya diinformasikan kepada
Gunseikan. ; JCT Simorangkir saat menyusun disertasi doktoralnya menemukan
data mengenai sidang BPUPK di Algemeen Rijksarchief (kini National Archief,
NA). Data tersebut sangat dimungkinkan adalah arsip otentik risalah BPUPK
yang dipegang Mr. AK Pringgodigdo yang disita Belanda saat Agresi Militer II.
AB Kusuma datang ke Algemeen Rijksarchief pada 1991 untuk melihat arsip
tersebut. Ternyata arsip Mr. AK Pringgodigdo sudah dikembalikan ke Indonesia
melalui Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada 1989. Ketika AB Kusuma
mencoba mendatangi ANRI, lebih mengejutkan lagi, ternyata di sana terdapat
arsip BPUPK yang dipegang oleh Mr. AK Pringgodigdo (arsip yang sudah dikembalikan
Belanda) dan arsip yang dipegang Mr. AG Pringgodigdo.
|
Untuk memudahkan dalam mengkaji pemikiran para pendiri
bangsa, kita akan mengulas pokok-pokok pikiran 3 tokoh yang sudah populer;
Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno. Pokok pikiran yang akan dikaji ini
untuk menjawab pertanyaan dari Radjiman Wedyodiningrat “negara Indonesia
merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?
Pokok –Pokok Pikiran dalam BPUPK
Biografi Soepomo
Prof. Dr. Soepomo lahir pada Sukoharjo, Jawa Tengah pada 22
Januari 1903. Soepomo berkesempatan meneruskan pendidikannya di ELS
(Europeesche Lagere School), setara sekolah dasar di Boyolali (1917). Kemudian,
ia melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo
(1920) dan menyelesaikan pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool
di Batavia pada tahun 1923. Lalu, Soepomo ditunjuk sebagai pegawai pemerintah
kolonial Hindia Belanda yang diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen.
Antara tahun 1924 dan 1927, Soepomo mendapat kesempatan melanjutkan
pendidikannya ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda di bawah bimbingan
Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum yang dikenal sebagai
"arsitek" ilmu hukum adat Indonesia dan ahli hukum internasional,
salah satu konseptor Liga Bangsa Bangsa. Tesis doktornya yang berjudul
Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi
sistem agraria di wilayah Surakarta) tidak saja mengupas sistem agraria
tradisional di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis hukum-hukum
kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe 1993).
Soepomo meninggal dalam usia muda akibat serangan jantung di Jakarta pada 12
September 1958 dan dimakamkan di Solo.
Selain itu, Soepomo juga membicarakan soal struktur dan
karakteristik bangsa Indonesia, di mana negara Indonesia merdeka harus merujuk
pada karakteristik bangsa Indonesia tersebut. Struktur masyarakat Indonesia
dalam hemat Soepomo adalah bercita-cita pada persatuan hidup, keseimbangan
lahir dan batin, senantiasa bermusyawarah, dan kekeluargaan. Di bagian lain
pidatonya, Soepomo juga menyebut agar warga negara cinta tanah air. Soepomo
juga mengutip Panca Dharma pasal dua yang berbunyi: Kita mendirikan negara
Indonesia yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil. Selain itu, Soepomo juga meng
usulkan bentuk negara integralistik, yang dimaknai sebagai negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam
lapangan apapun. "Maka teranglah tuan-tuan jang terhormat, bahwa djika
kita hendak mendirikan Negara Indonesia jang sesuai dengan keistimewaan sifat
dan tjorak masjarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran
pikiran (Staatsidee) negara jang integralistik, negara jang bersatu dengan
seluruh rakjatnja, jang mengatasi seluruh golongan-golongannja dalam lapangan
apapun. " Soepomo juga menyoroti soal hubungan agama dan negara. Ia setuju
dengan pemikiran Moh. Hatta, yaitu adanya permisahan agama dan negara.
"Bagaimanakah dalam negara jang saja gambarkan tadi akan perhubungan antara
negara dan agama? Oleh anggota jang terhormat tuan Moh. Hatta telah diuraikan
dengan pandjang-lebar, bahwa dalam negara persatuan di Indonesia hendaknja
urusan negara dipisahkan dari urusan agama. Memang disini terlihat ada dua
paham, ialah: paham dari anggota-anggota ahli agama, jang mengandjurkan supaja
Indonesia didirikan sebagai negara Islam, dan andjuran lain, sebagai telah
diandjurkan oleh tuan Moh. Hatta, ialah negara persatuan nasional jang
memisahkan urusan negara dan urusan Islam, dengan lain perkataan: bukan negara
Islam. Apa sebabnja di sini saja mengatakan "bukan negara Islam"?
Perkataan: "Negara Islam" lain artinja dari pada perkataan
"Negara berdasar atas tjita-tjita luhur dari agama Islam". Apakah
perbedaanja akan saja terangkan. Dalam negara jang tersusun sebagain 'Negara
Islam", negara tidak bisa dipisahkan dari agama, Negara dan agama ialah
satu, bersatu-padu."
Soekarno
Soekarno mengawali
pidatonya tanpa teks pada 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, ia memberikan catatan
kritis terhadap para anggota BPUPK yang telah menyampaikan pidato di forum itu.
Soekarno menilai bahwa isi pidato mereka tidak menjawab pertanyaan pokok yang
diajukan oleh Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPK. "Maaf, beribu
maaf! Banjak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan
hal-hal jang sebenarnja bukan permintaan Paduka tuan Ketua jang mulia, jaitu
bukan dasarnja Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saja jang diminta oleh
Paduka tuan Ketua jang mulia ialah, dalam bahasa Belanda 'Philosoische
grondslag' dari pada Indonesia Merdeka. Philosoische grondslag itulah pundamen,
ilsafat, pikiran jang sedalam-dalamnja, djiwa, hasjrat-jang-sedalam-dalamnja
untuk diatasnja didirikan gedung Indonesia Merdeka jang kekal dan abadi. Hal
ini nanti akan saja kemukakan, Paduka tuan Ketua jang mulia, tetapi lebih
dahulu izinkanlah saja membitjarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian,
apakah jang saja artikan dengan perkataan 'merdeka'." Secara tersirat,
Soekarno memberikan respons terhadap pidato-pidato sebelumnya, khususnya yang
disampaikan oleh Soepomo tentang hukum internasional, tentang syarat negara
merdeka, yaitu bumi (tanah air), rakyat dan pemerintah. "Tuan-tuan
sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat jang maha penting. Tidakkah kita
mengetahui, sebagaimana telah di utarakan oleh berpuluh-puluh pembitjara, bahwa
sebenarnja internationaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerdjaan
kita? Untuk menjusun, mengadakan, mengakui satu negara jang merdeka, tidak
diadakan sjarat jang neko-neko, jang men-djelimet, tidak! Sjaratnja sekedar
bumi, rakjat, pemerintah jang teguh! Ini sudah tjukup untuk
internationaalreclit. Tjukup, saudara-saudara. Asal ada buminja ada rakjatnja,
ada pemerintahnja, kemudian diakui oleh salah satu negara jang lain, jang
merdeka inilah jang sudah bernama: merdeka. Tidak perduli rakjat dapat batja
atau tidak, tidak perduli rakjat hebat ekonominja atau tidak, tidak perduli
rakjat bodoh atau pintar, asal menurut hukum inter nasional mempunjai
sjarat-sjarat suatu negara merdeka, jaitu ada rakjatnja, ada buminja dan ada
pemerintahnja, — sudahlah ia merdeka." Kemudian, Soekarno memaparkan
betapa pentingnya philosophische grondslag atau weltanschauung bagi berdirinya
sebuah negara. Istilah Pancasila philosophische grondslag berasal dari bahasa
Belanda, sebuah terminologi yang sudah dipahami oleh anggota BPUPK. Kata
philosophische bermakna ilsafat, sementara grondslag berarti norma (lag), dasar
(grands). Soekarno kemudian menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia Merdeka
yang pertama adalah Kebangsaan Indonesia.
"Kita hendak mendirikan suatu negara "semua buat
semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan
bangsawan, maupun golongan jang kaja, — tetapi “semua buat semua”. Inilah salah
satu dasar pikiran jang nanti akan saja kupas lagi. Maka, jang selalu
mendengung didalam saja punja djiwa, bukan sadja didalam beberapa hari didalam
sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sedjak tahun 1918, 25 tahun
lebih, ialah: Dasar pertama, jang baik didjadikan dasar buat Negara Indonesia,
ialah dasar kebangsaan.
Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia.
Biografi Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa
dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal
di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, Soekarno mempunyai tiga istri dan
dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu.
Sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko
Nemoto, mempunyai anak Kartika. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup
bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, Soekarno tinggal di
Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan
pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger
School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische
Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil
meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926. Kemudian, beliau merumuskan
ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli
1927, dengan tujuan Indonesia merdeka. Akibatnya, Belanda memasukkannya ke
penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru
disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, Soekarno
menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo
dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, Soekarno kembali ditangkap Belanda dan
dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian, dipindahkan ke
Bengkulu. Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung
Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPK
tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya
Pancasila.
Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945,
Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang
pertama. Sebelumnya, Soekarno juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian
menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Soekarno berupaya
mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin melalui Konferensi Asia Afrika di Bandung pada
1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Pemberontakan
G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas
pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden. Kesehatannya terus memburuk, hingga akhirnya pada Minggu, 21 Juni
1970, Soekarno meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta
dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman
Ra.Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
Soekarno kemudian mengajukan dasar negara yang kedua.
"Kita bukan sadja harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka tetapi kita
harus menudju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Djustru inilah prinsip
saja jang kedua. Inilah ilosoisch principe jang nomor dua, jang saja usulkan
kepada tuan-tuan, jang boleh saja namakan “internasionalisme”. Tetapi djikalau
saja katakan internasionalisme, bukanlah saja bermaksud kosmopolitisme , jang
tidak mau adanja kebangsaan, jang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada
Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika dan
lain-lainnja."
Soekarno kembali melanjutkan kepada dasar negara yang
ketiga. "Kemudian, apakah dasar jang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat,
dasar perwakilan, dasar permusjawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara
untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaja.
Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, satu buat semua, semua buat
satu”. Saja jakin, bahwa sjarat jang mutlak untuk kuatnja Negara Indonesia
ialah permu sjawaratan, perwakilan." Kemudian, Soekarno melanjutkan dengan
prinsip yang keempat. "Prinsip No. 4 sekarang saja usulkan. Saja didalam 3
hari ini belum mendengarkan prinsip itu, jaitu prinsip kesedjahteraan, prinsip:
tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Sajakatakantadi:
prinsipnja San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Cheng: nationalism,
democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia
Merdeka, jang kaum kapitalnja meradjalela, ataukah jang semua rakjatnja
sedjahtera, jang semua orang tjukup makan, tjukup pakaian, hidup dalam
kesedjahteraan, merasa di pangku oleh Ibu Pertiwi jang tjukup memberi
sandang-pangan kepadanja? Mana jang kita pilih, saudara-saudara? Djangan
saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakjat sudah ada,, kita dengan
sendirinja sudah mentjapai kesedjahteraan ini. Kita sudah lihat,
dinegara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlemen taire
d́mocratie. Tetapi tidakkah di Eropah djustru kaum kapitalis meradjaĺla?
Prinsip yang kelima menurut Soekarno. "Saudara-saudara,
apakah prinsip ke-5? Saja telah mengemukakan 4 prinsip: 1. Kebangsaan
Indonesia. 2. Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan. 3. Mufakat, atau
demokrasi. 4. Kesedjahteraan sosial. Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa
kepada Tuhan jang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan sadja bangsa Indonesia
ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknja ber-Tuhan. Tuhannja sendiri.
Jang Kristen menjembah Tuhan menurut petundjuk Isa al Masih, jang belum
ber-Tuhan menurut petundjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha mendjalankan
ibadatnja menurut kitab-kitab jang ada padanja. Tetapi marilah kita semuanja
ber- Tuhan. Hendaknja Negara Indonesia ialah negara jang tiap-tiap orangnja
dapat menjembah Tuhannja dengan tjara jang leluasa. Segenap rakjat hendaknja
ber-Tuhan setjara kebudajaan, ja’ni dengan tiada "egoisme-agama” . Dan
hendaknja Negara Indonesia satu Negara jang bertuhan!" Kelima prinsip
dasar atau philosophische grondslag atau weltanschauung tersebut oleh Soekarno
tidak disebut dengan Panca Dharma. Dengan petunjuk temannya yang ahli bahasa,
kelima prinsip tersebut dinamakan sebagai Pancasila. "Namanja bukan Pantja
Dharma, tetapi saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita ahli
bahasa—namanja ialah Pantja Sila. Sila artinja azas atau dasar, dan diatas
kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuk
tangan riuh)
Tak berhenti di situ, Soekarno pun memberikan pilihan, jika
sekiranya lima prinsip tersebut tidak disetujui. Kelima prinsip tersebut dapat
diperas menjadi tiga prinsip, yaitu sosio-nasionalis, sosio-demokratik, dan
Ketuhanan. Bahkan, ketiga prinsip tersebut dapat diperas lagi menjadi satu
prinsip, gotong royong. "Djadi jang asalnja lima itu telah mendjadi tiga:
socio-nationalisme, socio-democratie, dan ke-Tuhanan. Kalau tuan senang kepada
simbolik tiga, ambillah jang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan
senang kepada Tri Sila ini, dan minta satu, satu dasar sadja? Baiklah, saja
djadikan satu, saja kumpulkan lagi mendjadi satu. Apakah jang satu itu? Sebagai
tadi telah saja katakan: kita mendirikan Negara Indo nesia, jang kita semua
harus mendukungnja. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan
golongan Islam buat Indońsia, bukan Hadikoesoemo buat Indońsia, bukan Van Eck
buat Indońsia, bukan Nitisemito jang kaja buat Indońsia, tetapi Indońsia
buat Indońsia!— semua buat semua! Djikalau saja peras jang lima mendjati tiga,
dan jang tiga mendjadi satu, maka dapatlah saja satu perkataan Indońsia jang
tuĺn, jaitu perkataan "gotong-rojong”. Negara Indońsia jang kita dirikan
haruslah negara gotong-rojong! Alangkah hebatnja! Negara Gotong-Rojong!"
Dari pidato Soekarno ini, tampak jelas bahwa Soekarno menyampaikan 5 prinsip
dasar negara Indonesia merdeka yang dinamakan Pancasila.
Sumber PPKn-BS-KLS-X dan PPKn-BG-KLS X-1 SMA/SMK KELAS
X,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Riset dan Teknologi RI Tahun 2021,Hatim Gazali,dkk