Sengketa Batas Wilayah
Perbatasan wilayah Indonesia dengan negara-negara lain seringkali menimbulkan kesalahpahaman yang berakhir dengan konlik, meski pada akhirnya selalu dapat diselesaikan dengan cara damai. Karena itu, batas wilayah negara telah diatur berdasarkan regulasi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Apa pentingnya batas wilayah? Mengapa batas wilayah perlu diundangkan? Wilayah perbatasan, ternyata memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dilihat dari sudut pandang perbatasan kabupaten/kota dalam satu provinsi atau perbatasan kabupaten/kota antar provinsi.
Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, hal itu karena menyangkut pertahanan dan keamanan suatu negara, sosial, ekonomi, dan budaya, sehingga untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, perlu memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu daerah.
Indonesia seringkali mengalami sengketa betas wilayah dengan negaranegara lain. Data tahun 2009 oleh Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) menyebutkan kalau Indonesia masih memiliki sejumlah sengketa batas wilayah perbatasan yang belum terselesaikan. Misalnya, Indonesia mempunyai batas barat dengan tiga negara, yakni Papua Nugini, Timor Leste, dan Malaysia. Namun, di antara ketiga negara itu, yang memiliki titik rawan dan sering terjadi sengketa adalah dengan Malaysia.
Terjadinya sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia, biasanya karena adanya perbedaan persepsi, terkait beberapa perjanjian, antara lain, perjanjian tahun 1891 dan 1915 di Sektor Timur, serta Traktat tahun 1928 di Sektor Barat Pulau Kalimantan. Indonesia maupun Malaysia berbeda pandangan terhadap hasil pengukuran lapangan yang tidak sesuai dengan perjanjian yang disepakati, dan saling merasa dirugikan di wilayah yang berbeda-beda.
Wilayah Indonesia ini Jadi Rebutan Negara Lain
Hubungan Indonesia dan China kembali memanas terkait sengketa di perairan Kepulauan Natuna. Terbaru soal nekatnya kapal-kapal nelayan China yang masih beroperasi di laut Natuna. Bahkan mereka dibela oleh pemerintahan China. Saling klaim batas wilayah bukan hanya terjadi antara Indonesia dengan China. Beberapa negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia kerap kali bersengketa batas wilayah. Berikut ini ulasannya yang diambil dari berbagai sumber
Soal Pulau Sipadan dan Ligitan
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.
Kemudian pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional. Pada babak akhir Mahkamah Internasional menilai, argumentasi yang diajukan Indonesia mengenai kepemilikan Sipadan dan Ligitan yang terletak di sebelah timur Pulau Sebatik, Kalimantan Timur, tidak relevan. Karena itu secara defacto dan dejure dua pulau yang luasnya masing-masing 10, 4 hektare dan 7,4 ha untuk Ligitan menjadi milik Malaysia.
Delegasi Indonesia memang mengakui, argumen Malaysia lebih kuat. Negeri Jiran diuntungkan dengan alasan change of title atau rantai kepemilikan dan argumen efectivitÃs (efective occupation) yang menyatakan kedua pulau itu lebih banyak dikelola orang Malaysia. Jurus efective occupation juga secara tidak langsung menunjukkan kedua pulau itu sebagai terra nullius (tanah tak bertuan). Mahkamah Internasional juga memandang situasi Pulau Sipadan-Ligitan lebih stabil di bawah pengaturan pemerintahan Malaysia
Blok Ambalat
Perseteruan yang terjadi di Ambalat antara Indonesia dan Malaysia terus terjadi. Rupanya sudah beberapa kali terjadi. Blok Ambalat terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.
Sejak akhir tahun 1960, tepatnya saat Malaysia membuat pemetaan daerah yang baru di mana pulau Sipadan dan Ligitan masuk dalam wilayah negeri jiran tersebut, negera tersebut pun mulai menyebut bahwa Blok Ambalat termasuk dalam wilayahnya.
Bahkan pada tahun 2007 silam, sejumlah kapal perang dan pesawat Malaysia melanggar wilayah perairan dan udara Indonesia di blok Ambalat. Seperti 24 Februari 2007 kapal perang Malaysia KD Budiman dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh satu mil laut.
Masih di tanggal 24 Februari 2007 pada sore harinya, pukul 15.00 WITA, kapal perang KD Sri Perlis melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh dua mil laut yang setelah itu dibayang-bayangi KRI Welang, kedua kapal berhasil diusir keluar wilayah Republik Indonesia.
Konlik kepemilikan wilayah ini pun bergulir hingga puluhan tahun. Diketahui, Ambalat hingga saat ini masih berstatus milik Indonesia
Perairan Natuna
Hubungan Indonesia dan China kembali memanas terkait sengketa di perairan Kepulauan Natuna. Ketegangan antar-kedua negara itu terjadi dipicu aksi kapal-kapal nelayan asal negeri tirai bambu dikawal kapal coast guard memasuki kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna.
Adu klaim antara Indonesia dan China pun terjadi. Indonesia berpegang pada ZEE, sementara China menjadikan sembilan garis putus-putus atau nine dash line sebagai patokan menyatakan perairan Natuna masuk dalam wilayahnya.
Pemerintah, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan menolak klaim China terhadap wilayah Natuna. Hal ini disampaikan usai rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Polhukam.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Menteri Retno di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1).
Dia menuturkan, dalam rapat tersebut, pemerintah memastikan bahwa kapal-kapal China telah melakukan pelanggaran-pelanggaran di wilayah ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia. Menurut Retno, ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982. "Tiongkok merupakan salah satu party (bagian) dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," kata Retno. [dan] Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/wilayah-indonesia-ini-jadi-rebutan-negara-lain.html
Sumber BS PPKn SMA/SMK KELAS X Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar